Pasangan muda dengan ekspresi yang sama, dengan gugup menatap kamera dengan sorotan mata berwarna cokelat tua. Sang lelaki, seorang siswa asal Vietnam, baru saja bertemu dengan cinta sejatinya. Sang perempuan, seorang warga Korea Utara, yang sayangnya dilarang untuk membalas cintanya.
Tiga puluh satu tahun setelah Pham Ngoc Canh (69), mengambil foto pertama Ri Yong Hui, sebelum keduanya akhirnya diizinkan menikah pada 2002. Saat itu, ketika Korea Utara mengambil suatu keputusan langka yang memungkinkan warga negaranya menikahi warga negara asing.
“Sejak saat pertama saya melihatnya, saya merasa sedih karena saya merasa ini adalah cinta yang tak akan bisa terwujud,” kata Ri (70), dalam sebuah wawancara di tengah apartemen kecil era Soviet yang ia dan Canh tempati di Ibu Kota Vietnam, Hanoi.
BACA JUGA: Tentara Amerika Membelot ke Korut Meninggal DuniaMenikmati kebebasan di Vietnam yang tak mungkin bisa dilakukan di Korea Utara, Canh dan Ri berharap pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Hanoi akan membantu mengakhiri permusuhan dengan Pyongyang.
“Jika Anda adalah seorang dari Korea Utara, kamu pasti ingin melihat hal ini diselesaikan. Tapi politik itu rumit,” kata Ri. “Ketika orang pertama kali mendengar Kim Jong Un memutuskan untuk bertemu Trump, mereka berharap penyatuan kembali akan segera terjadi. Tapi itu sulit diwujudkan dalam satu atau dua hari. Saya harap semuanya dapat berjalan dengan baik.”
Sebagai salah satu negara Asia dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan terintegrasi dalam komunitas internasional, Vietnam disebut-sebut sebagai model yang harus diikuti oleh Korea Utara, negara terisolasi dan miskin.
Pada 1967, ketika Vietnam dan Amerika Serikat berperang, Canh adalah salah satu dari 200 siswa Vietnam yang dikirim ke Korea Utara untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan negara guna membangun kembali setelah perang usai.
Beberapa tahun kemudian, selama melakukan magang teknik kimia di sebuah pabrik pupuk di pantai timur Korea Utara, Canh melihat Ri yang saat itu bekerja di laboratorium.
“Saya berpikir dan berkata dalam hati, ‘saya harus menikahi gadis itu’,” kata Canh, yang akhirnya mengumpulkan keberanian untuk mendekati Ri dan meminta alamatnya.
Ri bersedia. Temannya telah memberitahu Ri bahwa salah satu “Viet Cong” yang bekerja di pabrik itu tampak mirip dengan dia, dan Ri menjadi penasaran.
“Begitu saya melihatnya, saya tahu dialah orangnya,” kata Ri. “Dia terlihat sangat tampan”.
“Sampai saat itu, ketika saya melihat pria-pria tampan, saya tidak merasakan apa-apa. Tetapi ketika dia membuka pintu, hati saya seketika meleleh”.
BACA JUGA: Rencana Pertemuan Kedua Trump-Kim Akhir Bulan Ini di VietnamTetapi ada aral yang menghadang. Sampai hari ini di Korea Utara, dan di Vietnam pada saat itu, menjalin hubungan romantis dengan orang asing sangat dilarang.
Gerilya
Setelah pasangan itu beberapa kali berkirim surat, Ri setuju untuk memperbolehkan Canh mengunjunginya di rumah.
Canh harus berhati-hati. Seorang teman Canh, sesame warga Vietnam telah dipukul ketika dia ketahuan sedang bersama dengan seorang gadis setempat.
Mengenakan pakaian Korea Utara, Canh memulai perjalanan dengan bus selama tiga jam dan berjalan kaki sejauh dua kilometer ke rumah Ri. Setelah pertemuan itu, Canh melakukan perjalanan itu setiap bulan hingga ia kembali ke Vietnam pada 1973.
“Saya pergi ke rumahnya diam-diam, sama seperti sedang bergerilya,” kata Canh.
Sekembalinya ke Hanoi, Canh merasa kecewa. Sebagai putra seorang kader berpangkat tinggi, Canh menolak untuk bergabung dengan Partai Komunis, melepaskan masa depan cerah yang telah direncanakan negara untuknya.
“Saya hanya tidak bisa setuju dengan sosialisme yang menghentikan orang untuk saling mencintai,” kata Canh.
Lima tahun kemudian, pada 1978, Institut teknik kimia tempat Canh bertugas, mengadakan perjalanan ke Korea Utara.
Canh meminta untuk bergabung dan berhasil bertemu Ri. Tetapi setiap kali mereka bertemu, kata Ri, ia menjadi lebih sedih karena berpikir bahwa mereka mungkin tidak akan pernah bertemu lagi.
Canh membawa surat yang telah ditulisnya kepada pemerintah Korea Utara, memohon diberikan izin untuk menikah.
“Ketika dia melihat suratnya, dia bertanya : ‘Kamerad, apakah Anda ingin membujuk pemerintahku?”, kata Canh, yang tak pernah mengirimkan surat itu dan memilih untuk meminta Ri menunggunya.
Pesta Pernikahan
Tak berapa lama kemudian pada tahun itu, Vietnam menyerbu Kamboja, memicu perang perbatasan dengan China. Dengan Korea Utara di sisi Beijing dan Phnom Penh, pasangan itu berhenti berkabar.
“Ibuku menangis saat merawatku,” kata Ri. “Saya pikir dia tahu bahwa saya sedang mabuk cinta.”
Pada 1992, Canh kembali berhasil melakukan perjalanan ke Korea Utara sebagai penerjemah dengan delegasi olahraga Vietnam, tetapi tidak bisa bertemu Ri. Ketika ia kembali ke Hanoi, Canh menemukan bahwa Ri telah mengirim surat untuknya.
Ri masih mencintainya.
Pada akhir 1990-an, Korea Utara dicekam oleh kelaparan hebat dan delegasi Pyongyang yang putus asa datang ke Hanoi untuk meminta beras. Vietnam, yang pada saat itu telah melakukan reformasi ekonomi dan politik secara besar-besaran dan kembali menjalin hubungan dengan pihak Barat, menolak.
BACA JUGA: Korsel Ingin Bahas Reuni Keluarga yang TerpisahCanh sangat peduli pada Ri dan rakyatnya sehingga ia mengumpulkan tujuh ton beras hasil sumbangan dari teman-temannya untuk dikirim ke Korea Utara.
Itu adalah tindakan dermawan itu malah membuka jalan bagi dia dan Ri untuk bersatu kembali. Korea Utara mengetahui tindakan Canh dan memberinya izin untuk menikah dengan Ri serta dapat tinggal di kedua negara – asalkan Ri mempertahankan kewarganegaraan Korea Utaranya.
Pada 2002, keduanya akhirnya menikah di Kedutaan Vietnam di Pyongyang dan membangun kehidupan baru mereka di Hanoi, tempat dimana mereka tinggal hingga sekarang.
“Pada akhirnya, cinta mengalahkan sosialisme,” kata Canh. [er/ft]