Penerapan harga tiket yang tinggi untuk akses naik candi Borobudur adalah strategi membatasi pengunjung. Meski meyakini skema ini tepat, pemerintah berjanji akan mengevaluasi besaran tiket itu, khususnya bagi wisatawan lokal.
Berbicara dalam acara weekly press briefing, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno mengklaim, pemerintah menempatkan konservasi sebagai prioritas tertinggi.
“Kami yakin, bahwa pembatasan ini merupakan keniscayaan karena candi Borobudur sendiri juga daya dukungnya atau carrying capacity-nya sangat terbatas. Dan dari hitungan para ahli, hanya bisa dikunjungi 1.200 orang per hari,” ujar Sandi, Senin (6/6) sore.
Laporan para peneliti, kata Sandi telah menyatakan bahwa terjadi keausan pada batu-batu candi. Wisatawan memang mayoritas tidak melakukan perusakan. Namun setiap kehadiran wisatawan, otomatis membawa dampak bagi bangunan yang sudah berumur lebih dari 1.250 tahun itu.
Tidak hanya membatasi jumlah wisatawan yang bisa naik ke candi, Sandi juga menyebut penggunaan sandal khusus akan diterapkan. Sandal berbahan material alami ini disebut sebagai upanat, dan mampu mengurangi kerusakan candi akibat alas kaki wisatawan yang selama ini tidak diatur.
“Pendekatan ini bukan komersialisasi. Sama sekali bukan. Tetapi pendekatan konservasi, memastikan bahwa Borobudur ini satu destinasi yang betul-betul harus kita jaga,” tambahnya.
Meski begitu, pendekatan konservasi yang dilakukan akan selaras dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dampaknya bagi pelaku wisata sekitar candi menjadi kajian penting, selaras dengan konsep pariwisata yang berkualitas, berbasis komunitas.
“Fokusnya kepada pemulihan, yang dimulai dari pemulihan ekonomi masyarakat sekitar, dan juga pariwisata yang berkelanjutan,” ujar Sandi.
Aspek edukasi juga tidak akan diabaikan, dan karena itu justru tiket untuk rombongan pelajar ditetapkan sangat murah, hanya Rp5 ribu.
Terkait bagaimana langkah pemerintah selanjutnya, Sandi menyatakan mengapresiasi masukan dari seluruh kelompok masyarakat. Namun pihaknya tidak akan memberikan tanggapan dengan terburu-buru.
Your browser doesn’t support HTML5
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah telah memutuskan untuk menerapkan tiket naik ke candi Borobudur sebesar Rp750 ribu. Sedangkan tiket naik untuk wisatawan asing ditetapkan $100. Menurut Sandi, besaran itu telah diperbandingkan dengan harga tiket destinasi dunia lain seperti Angkor wat, Machu Picchu dan Piramida.
Sepuluh Persen Angka Kunjungan
Penerapan tiket naik candi dan pembatasan kuota merupakan hasil rapat berbagai kementerian dan lembaga yang terkait pengelolaan candi Borobudur, di Magelang, Sabtu (4/6). Rapat itu dipimpin oleh Menkomarves, Luhut Binsar Panjaitan.
Dijelaskan Direktur Utama PT Taman Wisata Candi (TWC), Edy Setijono, jumlah 1200 orang per hari setara dengan 10-15 persen rata-rata jumlah wisatawan ke Candi Borobudur sebelum masa pandemi.
“Hal ini diputuskan untuk menjaga dan melestarikan bangunan candi Borobudur yang mulai terdampak karena adanya kunjungan wisatawan dalam jumlah banyak di masa sebelum pandemi. Jadi landasannya adalah kepentingan konservasi,” kata Edy.
Edy juga menyebut, kebijakan kuota dengan tiket khusus ini akan diterapkan melalui sistem reservasi daring. Di samping akan menggunakan alas kaki khusus, wisatawan yang membeli tiket khusus naik ke bangunan candi Borobudur akan didampingi oleh pemandu wisata (guide). Pemandu ini disiapkan khusus dan telah memiliki sertifikat kompetensi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta sertifikat hospitality dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Keputusan untuk menerapkan pembatasan wisatawan melalui penerapan tiket, antara lain didasarkan pada hasil monitoring Balai Konservasi Borobudur terkait pelestarian candi. Monitoring itu telah menemukan bagian dengan kondisi keausan batu dan kerusakan beberapa bagian relief.
“Pembebanan pengunjung yang berlebihan juga dikhawatirkan akan berdampak pada kelestarian candi, termasuk penurunan kontur tanah di Candi Borobudur,” tambah Edy.
PT TWC juga menjamin, wisatawan regular bisa beraktifitas di Taman Wisata Candi Borobudur sambil menikmati keindahan dan kemegahannya, melalui pelataran candi. Sesuai ketentuan yang berlaku, harga tiket masuk reguler, untuk wisatawan lokal dewasa Rp50 ribu sedangkan anak/pelajar Rp.25 ribu. Sementara tiket wisatawan asing dewasa $25, dan anak $15.
Saat ini, PT TWC sedang mempersiapkan Standard Operational Procedure (SOP) teknis pelaksanaannya dengan koordinasi Balai Konservasi Borobudur
Tidak Harus Naik
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang ikut hadir dalam rapat hari Sabtu (4/6) menegaskan dalam penjelasan resminya, bahwa berwisata ke Borobudur tidak harus dilakukan dengan naik ke candi.
“Orang yang ke Borobudur, sampai hari ini belum diizinkan naik ke candi. Maka untuk naik ke candi, kemarin disampaikan agar ada pengelolaan dengan pengendalian melalui tarif. Sehingga orang yang akan ke sana bisa betul-betul diatur dan tidak murah. Tidak semua orang yang datang harus naik, kalau semua yang datang naik, pasti akan mengganggu,” kata Ganjar.
Pertimbangan seperti itulah yang mengemuka dalam rapat seluruh pihak terkait di Borobudur. “Pertimbangan-pertimbangannya adalah, bagaimana kita bisa mengonservasi dengan mengelola agar jumlah yang naik candi, betul-betul terkontrol, agar tidak mengganggu fisik candi yang rentan terhadap tekanan-tekanan,” tambahnya.
Selain itu, Ganjar juga menyebut sedang ada banyak proyek perbaikan dan penataan lingkungan yang dikerjakan di kawasan candi dan sekitarnya. Kendaraan listrik akan segera dioperasikan, termasuk pengelolaan sampahnya. Pertimbangan dari sisi heritage sesuai dengan rekomendasi UNESCO dikedepankan, termasuk peran dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek.
Ganjar menjamin, masyarakat dan pedagang kecil di Borobudur tidak akan dirugikan oleh upaya penataan yang dilakukan pemerintah.
Kode Etik Global Pariwisata
Pengamat pariwisata Taufan Rahmadi menyebut, dalam skala global, organisasi PBB di bidang pariwisata UNWTO memiliki Global Code of Ethic for Tourism (GCET). Ini merupakan prinsip dasar yang dirancang untuk memandu stakeholder dalam pengembangan pariwisata.
“Ditujukan kepada pemerintah, industri perjalanan, komunitas, dan wisatawan, ini bertujuan untuk membantu memaksimalkan manfaat sektor pariwisata sambil meminimalkan potensi dampak negatifnya terhadap lingkungan, warisan budaya, dan masyarakat di seluruh dunia,” kata Taufan.
Prinsip-prinsip dasarnya adalah bahwa kebijakan harus memenuhi unsur kebersamaan pemahaman terkait pariwisata berkelanjutan dengan memberikan perhatian bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian warisan budaya bagi generasi masa depan.
“Jadi, kebijakan kenaikan tarif di Borobudur dengan pro–kontra yang terjadi, perlu untuk dikaji ulang agar dapat memenuhi semua unsur GCET UNWTO, sehingga memberikan manfaat bagi semua pihak,” tambah Taufan.
Taufan merekomendasikan dua langkah pendekatan dalam kasus ini. Pertama, menurutnya yang penting fokus utama adalah pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Cara yang paling kuat dalam melindungi Borobudur, adalah menanamkan pola pikir berwisata bertanggung jawab dengan pemberdayaan masyarakat.
Kedua, kata Taufan, semua pihak harus menjadikan pariwisata sebagai sarana edukasi menjaga Borobudur. Wisatawan harus paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat berkunjung.
“Borobudur sebagai salah satu destinasi pariwisata superprioritas harus dikembangkan melalui rencana strategis jangka panjang, berdasarkan analisis mencakup semua kemungkinan, terkait manfaat ataupun kerusakan, dengan prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan,” tandasnya.
Kebijakan apapun terkait Borobudur, termasuk soal tiket, lanjut Taufan, harus mampu memenuhi kepentingan bersama pelaku pariwisata dan masyarakat setempat. Borobudur harus dilestarikan, tetapi tanpa mematikan pergerakan ekonomi yang saat ini sedang merangkak tumbuh kembali setelah dihajar pandemi. [ns/lt]