Deklarasi Bali: Inisiatif Global Memerangi Aliran Keuangan Gelap

  • Nurhadi Sucahyo

Pertemuan Tingkat Menteri "Asia Initiative" membahas komitmen transparansi pajak melalui penandatanganan deklarasi Bali di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Nusa Dua, Bali, 14 Juli 2022. (FIKRI YUSUF / POOL / AFP)

Sebelas yurisdiksi telah menandatangani Deklarasi Bali, sebuah inisiatif untuk memastikan transparansi perpajakan dan memerangi peredaran dana gelap.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penandatanganan deklarasi Bali atau disebut juga sebagai Asia Initiative, merupakan langkah sangat penting. Dalam keterangan kepada media, Kamis (14/7) di Bali, Sri Mulyani menyebut inisiatif ini bertujuan mempromosikan komitmen yurisdiksi dan negara yang menandatangani, untuk secara formal memperkuat transparansi perpajakan. Transparansi yang dimaksud, baik terkait standar maupun praktik perpajakan.

“Dalam penandatanganan hari ini, sebelas yurisdiksi menandangatangi Deklarasi Bali, yang memberikan suatu dorongan politik untuk keberhasilan Asia Initiative yang merupakan simbol dari upaya kolektif regional, untuk memerangi penghindaran pajak, dan juga aliran keuangan gelap lainnya,” kata Sri Mulyani.

Transparansi Perpajakan Global

Sebelas pihak yang menandatangani Deklarasi Bali adalah Thailand, India, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Korea Selatan, Malaysia, Maladewa, Asian Development Bank (ADB), Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan Bank Dunia. Penandatanganan Deklarasi Bali ini berlangsung di sela-sela Pertemuan 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Presidensi G20 Indonesia.

Asia Initiative diharapkan mampu mengisi kesenjangan di berbagai tingkatan kapasitas, untuk mempercepat penggunaan transparansi perpajakan dan pertukaran informasi. Asia Initiative juga diharapkan akan berkontribusi pada transparansi perpajakan global yang inklusif.

Memastikan Komitmen

Sri Mulyani menambahkan, seluruh pihak bertemu dan memiliki komitmen untuk memastikan bahwa inisiatif ini memperkuat kemampuan setiap yurisdiksi, meneruskan pertukaran informasi dan melaksanakan standar-standar transparansi perpajakan.

Upaya ini telah dirintis sejak setahun yang lalu. Sementara pembicaraan intensif, dimulai sejak Februari tahun ini. “Pada saat itu perwakilan yurisdiksi-yurisdiksi di Asia mendiskusikan tata kelola Asia Initiative, melalui pertemuan hibrid yang dipimpin oleh bapak Suryo Utomo, Dirjen Perpajakan Indonesia,” lanjut Sri Mulyani.

Indonesia meyakini, bahwa komitmen dan dukungan yurisdiksi-yurisdiksi di Asia untuk terlibat dalam Asia Initiative telah membuktikan bahwa manfaat transparansi perpajakan sangat menguntungkan.

MenKeu RI Sri Mulyani Indrawati (tengah), MenKeu Singapura Lawrence Wong (ke-3 dari kanan), MenKeu Jepang Shunichi Suzuki (ke-4 dari kanan), MenKeu India Nirmala Sitharaman (ke-4 dari kiri) dan perwakilan negara lainnya menandatangani deklarasi Bali Asia Inisiatif di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Nusa Dua, Bali, 14 Juli 2022. (Fikri YUSUF / POOL / AFP)

“Dalam jangka pendek, transparansi perpajakan dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya domestik dan juga membangun pemulihan yang berketahanan dan keluar dari bencana serta dampak COVID-19,” tambah Sri Mulyani.

Sedangkan dalam jangka panjang, Asia Initiative dapat menfasilitasi otoritas pajak untuk memerangi penghindaran pajak. “Dalam hal ini, transparansi perpajakan memainkan peran penting, untuk menangani praktik-praktik perpajakan yang tidak dapat diterima,” imbuh Menkeu.

Keterlibatan Harus Diperluas

Pada kesempatan yang sama, Mathias Cormann, Sekjen Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebut, inisiatif penting ini dirancang untuk menguatkan kolaborasi regional. Kolaborasi itu khususnya dalam transparansi perpajakan dan pertukaran informasi, agar setiap yurisdiksi mampu melawan penghindaran pajak serta aliran keuangan gelap lainnya.

“Yang tidak kalah penting, Asia Initiative juga terbuka untuk semua yurisdiksi Asia. Kami berharap, agar akan lebih banyak lagi negara-negara lain di Asia yang akan mengikuti jejak langkah dari sebelas yurisdiksi yang menandatangani Deklarasi Bali kali ini,” kata Mathias.

Mathias Cormann, Sekjen Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (Foto: YouTube screenshot)

OECD, lanjut dia, terus mendukung inisiatif yang menciptakan transparansi perpajakan selama bertahun-tahun. “Dan kami sudah melihat sejumlah keberhasilan dan hasil nyata. Ada lebih dari $120 miliar sebagai pendapatan tambahan yang diidentifikasi oleh berbagai negara melalui program pengungkapan perpajakan, dan juga investigasi pajak luar negeri, sejak dimulainya forum ini pada tahun 2009,” tegasnya.

Mathias merinci, hampir sepertiga pendapatan tambahan itu, atau sekitar $30 miliar, berasal dari negara-negara berkembang.

Meski begitu, penghindaran pajak masih menjadi tantangan besar bagi banyak pemerintah di dunia, termasuk di Asia.

“Diperkirakan ada $1,2 triliun kekayaan finansial di Asia yang berada di luar wilayah, dengan potensi pajak yang hilang sekitar $25 miliar pertahunnya. Ini adalah dana yang seharusnya bisa digunakan oleh pemerintah-pemerintah di Asia, untuk keuntungan masyarakat mereka,” tambah Mathias.

Your browser doesn’t support HTML5

Deklarasi Bali: Inisiatif Global Memerangi Aliran Keuangan Gelap

OECD menilai, penandatanganan Deklarasi Bali ini menunjukkan komitmen politik yang jelas dari para pihak, mengenai kebutuhan akan transparansi perpajakan.

“Kerja sama antara kantor-kantor administrasi perpajakan sangat penting untuk lebih kuat melindungi integritas sistem perpajakan. Dukungan tingkat menteri di Bali hari ini, juga menunjukkan komitmen G20 untuk memastikan agar negara-negara berkembang dapat memetik manfaat dari peraturan perpajakan global,” lanjut Mathias.

OECD juga bekerja sama dengan G20, dalam mempersiapkan peta jalan baru penguatan agenda perpajakan ke depan. [ns/em]