Delapan orang dihadapkan ke pengadilan Prancis pada Senin (4/11), didakwa memberikan kontribusi terhadap iklim kebencian yang mengarah pada aksi seorang islamis radikal asal Chechnya berusia 18 tahun memenggal seorang guru bernama Samuel Paty di luar kota Paris pada 2020.
Tujuh laki-laki dan satu perempuan hadir di pengadilan dalam persidangan ini, yang direncanakan akan berlangsung hingga akhir Desember, atas pembunuhan terhadap Paty, seorang guru sejarah dan geografi, yang berusia 47 tahun.
Persidangan yang akan berlangsung hingga 20 Desember ini, dimulai dengan konfirmasi identitas dari terdakwa dan puluhan saksi, kata koresponden AFP.
Abdoullakh Anzorov, pelaku yang meminta suaka di Prancis, tewas di tangan polisi beberapa saat setelah dia membunuh Paty di dekat sekolahnya di Conflans-Sainte-Honorine, sisi barat Paris.
Guru itu, yang menunjukkan kepada siswa-siswa di kelasnya, kartun Nabi Muhammad yang ada di majalah satir Charlie Hebdo, dianugerahi sebagai seorang pahlawan kebebasan berpendapat oleh pihak berwenang Prancis.
Enam terdakwa, di mana tiga diantaranya berada di bawah pengawasan pengadilan, diadili karena berpartisipasi dalam sebuah tindakan kriminal teroris, yang dapat dijatuhi hukuman 30 tahun penjara.
Mereka tidak akan menjalani pemeriksaan silang terkait dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan itu hingga 20 November nanti.
BACA JUGA: Prancis Adili Pemenggal Kepala Guru di Paris dengan Tuduhan TerorismeTermasuk di antara mereka adalah Brahim Chnina, warga Maroko berusia 52 tahun.
Dia adalah ayah dari seorang siswa perempuan, yang ketika itu berusia 13 tahun, yang secara keliru mengklaim bahwa Paty telah meminta para siswa muslim untuk meninggalkan kelas sebelum memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad itu.
Padahal dia tidak berada di ruang kelas pada saat itu.
Juga hadir di persidangan adalah Abdelhakim Sefrioui, aktivis islamis berkewarganegaraan Prancis-Maroko.
Dia dan Chnina menyebarkan kebohongan para remaja itu di jaringan media sosial dengan tujuan, menurut dakwaan jaksa, “menentukan sebuah sasaran”, “memprovokasi perasaan kebencian” dan “dengan demikian mempersiapkan sejumlah tindakan kejahatan”.
Kedua laki-laki itu telah berada di tahanan pra-peradilan selama empat tahun terakhir.
Antara 9 dan 13 Oktober, Chnina berbicara kepada Anzorov sembilan kali melalui telepon, setelah dia mempublikasikan video yang mengkritik Paty, sebagaimana ditunjukkan oleh investigasi ini.
Sefrioui mengunggah sebuah video yang mengkritik apa yang dia anggap sebagai Islamophobia di Prancis dan menggambarkan Paty sebagai seorang “preman pengajar”, tetapi mengatakan kepada para penyelidik bahwa dia hanya mencari “sanksi-sanksi administratif”.
Dua rekan remaja dari penyerang bahkan menghadapi dakwaan yang lebih berat, dari “keterlibatan dalam pembunuhan oleh teroris”, sebuah kejahatan yang dapat dihukum penjara seumur hidup.
Naim Boudaoud, 22 tahun dan Azim Epsirkhanov, 23 tahun, seorang warga Rusia asal Chechnya, dituduh menemani Anzorov pergi ke sebuah toko pisau di bagian utara kota Rouen sehari sebelum penyerangan.
“Hampir tiga tahun investigasi tidak pernah berhasil membuktikan bahwa Naim Boudaoud mengetahui rencana kriminal penyerang itu,” kata pengacaranya, Adel Fares dan Hiba Rizkallah kepada AFP.
Boudaoud dituduh menemani Anzorov membeli dua replika senjata dan pellet baja pada hari terjadinya serangan itu.
Epsirkhanov mengakui, bahwa dia menerima 800 Euro dari Anzorov untuk memperoleh senjata yang asli, tetapi tidak berhasil.
Paty menggunakan majalah Charlie Hebdo sebagai bagian dari kelas etik untuk mendiskukan hukum kebebasan berpendapat di Prancis, di mana penistaan
agama adalah hal yang legal dan kartun yang mengejek tokoh-tokoh agama memiliki sejarah panjang.
Pembunuhan terhadap Paty terjadi hanya beberapa pekan setelah Charlie Hebdo mempublikasikan kembali kartun Nabi Muhammad.
Setelah majalah itu menayangkan gambar-gambar tersebut pada 2015, kelompok Islamis bersenjata menyerbu kantornya dan menewaskan 12 orang. [ns/lt]