Demam Babi Afrika Mewabah di Sumut, 30.000 Babi Mati

Petugas dari Balai Veteriner Medan sedang mengambil sampel darah ternak babi untuk pemeriksaan penyakit demam babi Afrika. (Courtesy: Balai Veteriner Medan).

Pemerintah telah mendeklarasikan demam babi Afrika sudah masuk ke Indonesia. Wilayah pertama yang diserang wabah tersebut adalah Sumatera Utara. Bahkan 30.000 babi telah mati sejak medio September 2019.

Kementerian Pertanian (Kementan) telah resmi melaporkan wabah demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) sudah masuk ke Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Deklarasi itu tertulis dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang pernyataan wabah demam babi Afrika pada beberapa kabupaten/kota di Sumut.

Kepala Balai Veteriner Medan, Agustia mengatakan puluhan ribu babi yang mati tersebut paling dominan disebabkan oleh ASF. Demam babi Afrika membuat lebih dari 30.000 ekor babi mati sejak September 2019 di 16 kabupaten/kota di antaranya Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Serdang Bedagai dan Medan.

"Ada dua pemainnya (penyebab) hog cholera (kolera babi) dan ASF tapi bukan dalam satu individu itu ada dua-duanya. Artinya dari sekian banyak ada yang ditemukan ASF dan Hog Cholera. Tapi yang dominan itu ASF," kata Agustia kepada VOA, Jumat (20/12).

Agustia menjelaskan penyebaran virus demam babi Afrika di 16 kabupaten/kota di Sumut disebabkan dari lalu lintas pengiriman ternak babi yang telah terserang ASF kemudian dibawa dari satu tempat ke wilayah lain. Hal tersebut membuat penyebaran virus ASF begitu cepat.

"Kalau virus sudah ada di lapangan itu akan menyebar cepat di dalam populasi. Sementara populasi terbesar ada di Kabupaten Dairi sehingga itu yang sangat mengancam dan sampai sekarang banyak terjadi kematian di sana. Demikian juga yang di Kabupaten Deli Serdang populasi banyak," jelasnya.

Agus juga mengungkapkan sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mengatasi virus demam babi Afrika. Salah satu cara agar virus ASF tidak menyebar ke wilayah lain dan menjangkiti babi di Sumut, harus dilakukan pengawasan terhadap lalu lintas pengiriman ternak babi. Upaya pencegahan virus ini juga dilakukan dengan biosekuriti yaitu mencegah lalu lintas babi, melarang pemindahan ternak antar daerah, dan penyemprotan disinfektan.

"Kami pemerintah sudah melakukan langkah-langkah untuk mendiagnosis ini. Pemerintah juga sudah membuat langkah teknis untuk pengendalian ini (lalu lintas pengiriman ternak). Ini tidak ada obatnya jadi langkah teknisnya adalah bagaimana mengendalikan membatasi lalu lintas ternak antar daerah. Kemudian melakukan biosekuriti, dan penggunaan sisa pakan yang dibatasi," ungkapnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Demam Babi Afrika Mewabah di Sumut, 30.000 Babi Mati

Sebelumnya, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi mengaku belum menerima salinan soal surat keputusan Menteri Pertanian tentang pernyataan wabah demam babi Afrika pada beberapa kabupaten/kota di Sumut.

"Saya belum (menerima). Tapi saya sudah dengar, itu perlu keabsahaan," kata Edy, Jumat (20/12).

Edy saat ini masih mempelajari penetapan wabah ASF di Sumut. Namun, mantan ketua PSSI ini menyebut konsekuensi atas surat keputusan tentang wabah demam babi Afrika pada beberapa daerah di Sumut adalah dengan memusnahkan seluruh babi. Menurutnya, apabila babi-babi yang ada di Sumut akan dimusnahkan, rakyat yang memelihara hewan ternak tersebut tidak boleh dirugikan. Ganti rugi harus diberikan terhadap masyarakat apabila babi-babi milik mereka dimusnahkan. Tercatat ada 1.229.000 ekor babi di Sumut.

"Rakyat ini juga harus tahu, jangan dengan demikian nanti menjadikan hal-hal yang tidak baik, terus dimasukkan babi-babi dari mana-mana, hanya sekadar untuk mengambil ganti rugi ini. Tapi saya yakin rakyat kita tidak demikian, ini adalah musibah untuk kita," ungkapnya.

Petugas dari Balai Veteriner Medan sedang mengambil sampel darah ternak babi untuk pemeriksaan penyakit African Swine Fever. (Courtesy: Balai Veteriner Medan).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Rumah Makan Babi Panggang Karo Kota Medan, Darna Tarigan mengatakan virus ASF yang mewabah di Sumut juga mempengaruhi ekonomi para pelaku usaha daging babi. Kata Darna, banyak pengusaha rumah makan babi yang mengeluh lantaran penurunan omzet akibat wabah ASF.

"Itu sudah pasti mempengaruhi penurunan omzet sampai 70 persen. Pasarnya sepi jadi menumpuk di peternakan babi itu. Jadi mengonsumsi daging babi ini masih diragukan oleh pelanggan gara-gara isu ada yang mengatakan bahaya. Ada juga yang bilang tidak bahaya, sudah diperiksa di laboratorium itu daging (babi) tidak masalah," ujarnya saat dihubungi VOA.

Kementerian Pertanian dalam pernyataan resmi yang diunggah di laman resminya mengatakan ASF adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada hewan ternak tersebut hingga 100 persen sehingga bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan. ASF tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat. ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), jadi produk babi dipastikan tetap aman untuk konsumsi.

Untuk babi yang terkena penyakit ASF, isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama dua bulan. Terhadap babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur untuk mencegah penularan yang lebih luas. Penyakit ini merupakan ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai kurang lebih 8,5 juta ekor. [aa/lt]