Koalisi untuk Keadilan Energi menyerukan Jepang untuk menghentikan segala bentuk pendanaan terhadap proyek energi kotor, baik dari pemerintah maupun bank di negara tersebut.
Your browser doesn’t support HTML5
“Terhadap proyek-proyek batu bara dan segala proyek energi fosil lainnya. Kami meminta juga mereka mengalihkan pendanaan mereka kepada pendanaan yang lebih lestari,” ujar
Sigit Budiono dari Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (Kruha) kepada wartawan di lokasi aksi, Rabu (26/6/2019).
Dalam catatan koalisi, Jepang bersama China dan Korea adalah tiga negara utama pemberi dana untuk energi kotor. Tiga negara ini terlibat dalam proyek seperti PLTU di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
Yuyun Harmono dari WALHI mendesak Jepang berhenti mengucurkan bantuannya.“Baik pemerintah Jepang maupun bank-bank yang ada di Jepang, mereka sebenarnya bertanggung jawab terhadap emisi yang dihasilkan oleh pembakaran karbon, terutama di sektor energi,” ujarnya.
BACA JUGA: Koalisi LSM Lingkungan Desak Negara Maju G20 Tak Danai Proyek 'Energi Kotor'Sejumlah Proyek yang Disokong Jepang Bermasalah
Jepang tercatat sebagai penyokong dana di PLTU Cirebon dan Indramayu. Pembangunan PLTU Cirebon sendiri tersangkut kasus penyuapan terhadap Bupati Cirebon. Suap ini dilakukan Hyundai, perusahaan Korea yang ikut membangun bersama pendanaan Jepang. Yuyun mengatakan, pemerintah Jepang siap menarik dukungannya jika proyek itu terbukti korup.
“Mereka bilang kalau KPK menyatakan kalau proyek ini terkait korupsi, tentu mereka tidak akan mendanai proyek itu. Kami mengapresiasi itu. Dan kami berharap tidak hanya urusan korupsi tetapi juga terkait dengan dampak lingkungan hidup dan sosial, terutama dampak terhadap perubahan iklim,” ungkapnya.
Sementara itu, Merah Johansyah dari JATAM mengatakan, Jepang juga terlibat dalam pertambangan batu bara di Malinau, Kalimantan Utara.Bank Jepang mendanai tambang tersebut sementara pemerintah Jepang membeli hasil batu baranya. Namun tambang ini juga janggal.
“Dalam kasus yang melibatkan PT Mitrabara Adiperdana, perusahaan yang dibiayai JBIC dan batubaranya dibeli oleh pemerintah, terdapat skandal copy paste dan manipulasi dokumen AMDAL. Sementara pemerintah Jepang menjawabnya masih normatif dan belum memberikan jawaban yang pasti dan kokoh bahwa ini akan ditindaklanjuti,” ujarnya.
BACA JUGA: Aktivis Lingkungan Desak Jokowi Hentikan Impor SampahJepang Diminta Tunjukkan Kepemimpinan di G-20
Jepang saat ini tengah menjadi tuan rumah KTT G-20, alias 20 negara kekuatan ekonomi utama di dunia. Gelaran di Osaka, 28-29 Juni ini akan umumnya membicarakan kerjasama ekonomi, namun perubahan iklim juga dibahas.
Koalisi ini pun mendesak Jepang, sebagai tuan rumah KTT dan salah satu ekonomi terbesar dunia, untuk menunjukkan kepemimpinan dalam kelestarian bumi. Menurut Yuyun, hal itu belum ditunjukkan oleh negara matahari terbit tersebut.
“Jepang tidak menunjukkan kepemimpinan apa-apa, misalnya pencabutan subsidi energi fosil, transisi menuju energi bersih. Yang dia dorong adalah inovasi teknologi,” tambahnya.
Namun, ujarnya, perkembangan teknologi tidak akan berhasil jika tidak dibarengi dengan keteladanan di kancah global. “Jadi tidak hanya soal techno fixes, menyelesaikan sesuatu dengan inovasi teknologi. Justru kita pengen ada kepemimpinan politik sebagai tuan rumah G-20,” pungkasnya. (rt/em)