Jenderal tinggi Mesir telah menyerukan perundingan antara Presiden Mohamad Morsi yang didukung pihak Islamis dan oposisi sekuler untuk menyelesaikan krisis politik yang makin dalam di negara itu.
Jenderal Abdel Fattah al-Sissi menyerukan diadakannya perundingan demi persatuan nasional, setelah puluhan ribu demonstran membanjiri pusat Kairo untuk berdemo menentang referendum UUD yang dijadwalkan berlangsung hari Sabtu (15/9) mendatang.
Panglima militer Mesir tersebut berusaha membantu menyelesaikan krisis politik di negara itu dengan menjadi penengah dialog persatuan antara Presiden Mohammed Morsi yang didukung Islamis dan oposisi sekuler negara itu.
Para pendukung Islamis Morsi secara luas mendukung RUU yang diusulkan itu, sementara kelompok oposisi Front Keselamatan Nasional – yang menjadi payung kalangan sekuler, liberal dan pendukung pemerintah sebelumnya – menentang keras.
Media pemerintah Mesir mengatakan, sekitar 589 ribu warga Mesir yang tinggal di luar negeri memulai pemungutan suara untuk referendum itu di kedubes-kedubes dan konsulat-konsulat negara itu. Di Mesir sendiri, pemungutan suara itu akan mulai berlangsung Sabtu mendatang dan Sabtu berikutnya.
Oposisi itu yang sebelumnya mengabaikan seruan dialog angkatan bersenjata mengatakan akan memutuskan Rabu pagi (12/12) apakah akan menghadiri perundingan itu.
Sementara itu, ketua serikat hakim yang berpengaruh mengatakan sebagian besar anggotanya dimana banyak diantaranya pengikut setia rejim yang lama menolak untuk mengawasi referendum hari Sabtu itu yang kata mereka tidak sah. Tapi para anggota kehakiman lainnya berjanji untuk melakukannya sehingga para analis memperkirakan boikot itu tidak akan menghalangi referendum.
Di luar istana kepresidenan hari Selasa (11/12), para demonstran berusaha membuka pagar besi dan menghancurkan penghalang-penghalang beton. Namun petang harinya, gambar-gambar televisi menunjukkan ketenangan umumnya telah pulih di wilayah tersebut.
Panglima militer Mesir tersebut berusaha membantu menyelesaikan krisis politik di negara itu dengan menjadi penengah dialog persatuan antara Presiden Mohammed Morsi yang didukung Islamis dan oposisi sekuler negara itu.
Para pendukung Islamis Morsi secara luas mendukung RUU yang diusulkan itu, sementara kelompok oposisi Front Keselamatan Nasional – yang menjadi payung kalangan sekuler, liberal dan pendukung pemerintah sebelumnya – menentang keras.
Media pemerintah Mesir mengatakan, sekitar 589 ribu warga Mesir yang tinggal di luar negeri memulai pemungutan suara untuk referendum itu di kedubes-kedubes dan konsulat-konsulat negara itu. Di Mesir sendiri, pemungutan suara itu akan mulai berlangsung Sabtu mendatang dan Sabtu berikutnya.
Oposisi itu yang sebelumnya mengabaikan seruan dialog angkatan bersenjata mengatakan akan memutuskan Rabu pagi (12/12) apakah akan menghadiri perundingan itu.
Sementara itu, ketua serikat hakim yang berpengaruh mengatakan sebagian besar anggotanya dimana banyak diantaranya pengikut setia rejim yang lama menolak untuk mengawasi referendum hari Sabtu itu yang kata mereka tidak sah. Tapi para anggota kehakiman lainnya berjanji untuk melakukannya sehingga para analis memperkirakan boikot itu tidak akan menghalangi referendum.
Di luar istana kepresidenan hari Selasa (11/12), para demonstran berusaha membuka pagar besi dan menghancurkan penghalang-penghalang beton. Namun petang harinya, gambar-gambar televisi menunjukkan ketenangan umumnya telah pulih di wilayah tersebut.