Departemen Kehakiman Amerika pada hari Kamis (23/5) mengajukan gugatan antimonopoli yang luas terhadap Ticketmaster dan perusahaan induknya, Live Nation Entertainment, dengan menuduh mereka melakukan monopoli ilegal atas acara-acara live di Amerika, memberangus persaingan yang sehat dan menaikkan harga tiket bagi para penggemar.
Gugatan yang diajukan bersama oleh 30 jaksa agung negara bagian dan distrik ke pengadilan federal di Manhattan ini bertujuan menghentikan monopoli, yang menurut mereka telah menekan promotor-promotor yang lebih kecil dan merugikan para artis.
Jaksa Agung Merrick Garland dalam sebuah pernyataan mengatakan, "Kami menuduh Live Nation telah mengandalkan perilaku antipersaingan usaha yang melanggar hukum, untuk mengendalikan monopoli terhadap industri acara langsung (live events industry) di Amerika dengan mengorbankan para penggemar, artis, promotor yang lebih kecil, dan operator tempat pertunjukan.”
Ditambahkannya, "Walhasil para penggemar membayar lebih mahal, artis memiliki lebih sedikit kesempatan untuk menggelar konser, promotor yang lebih kecil tersingkir, dan tempat pertunjukan memiliki lebih sedikit pilihan untuk layanan tiket. Sudah waktunya untuk membubarkan Live Nation-Ticketmaster."
Departemen Kehakiman menuduh Live Nation melakukan banyak praktik yang memungkinkannya mempertahankan kekuasaan di dunia pertunjukan musik langsung, termasuk menggunakan kontrak jangka panjang untuk mencegah tempat pertunjukan memilih penjual tiket saingan, memblokir tempat pertunjukan untuk menggunakan beberapa penjual tiket dan mengancam tempat pertunjukan bahwa mereka dapat kehilangan uang dan penggemar jika tidak memilih Ticketmaster.
Departemen Kehakiman mengatakan Live Nation juga mengancam akan mengambil tindakan pembalasan terhadap suatu perusahaan jika anak-anak perusahaan itu tidak menghentikan persaingan untuk mendapatkan kontrak promosi artis.
Live Nation Bantah Langgar UU AntiMonopoli
Live Nation membantah terlibat dalam praktik yang melanggar UU AntiMonopoli. Ketika dilaporkan bahwa perusahaan tersebut sedang diselidiki pemerintah federal pada tahun 2022, promotor konser itu dalam sebuah pernyataan mengatakan Ticketmaster menikmati pangsa pasar yang begitu besar karena "kesenjangan besar yang ada antara kualitas sistem Ticketmaster dan sistem tiket utama terbaik berikutnya."
Namun, para penjual tiket saingannya telah sejak lama mengeluh karena Live Nation mempersulit mereka untuk memasuki pasar dengan berbagai langkah jika mereka tidak setuju untuk menggunakan layanan Ticketmaster.
Pemerintah Biden Target Perusahaan yang Monopoli Pasar
Gugatan ini merupakan contoh terbaru dari pendekatan penegakan antimonopoli yang agresif yang dilakukan pemerintahan Biden, yang menarget perusahaan-perusahaan yang dituduh telah melakukan monopoli ilegal dengan menyingkirkan pesaing dan menaikkan harga.
Departemen Kehakiman pada bulan Maret lalu juga telah mengajukan gugatan terhadap Apple, dengan menuduh perusahaan raksasa teknologi itu melakukan monopoli di pasar ponsel pintar.
BACA JUGA: Depkeh AS Gugat Apple atas Tuduhan Monopoli Pasar SmartphonePemerintahan Partai Demokrat juga telah menggugat Google, Amazon, dan perusahaan-perusahaan raksasa teknologi lainnya.
"Tindakan hari ini adalah sebuah langkah maju untuk membuat era musik live lebih mudah diakses oleh para penggemar, artis, dan industri yang mendukung mereka," ujar Wakil Jaksa Agung Lisa Monaco dalam sebuah pernyataan.
Insiden Presale Tiket Taylor Swift Picu Dengar Pendapat di Kongres
Ticketmaster, yang bergabung dengan Live Nation pada tahun 2010, adalah penjual tiket terbesar di dunia, yang memproses 500 juta tiket setiap tahun di lebih dari 30 negara.
Menurut data dalam gugatan federal yang diajukan oleh sejumlah konsumen tahun 2022, sekitar 70% tiket untuk tempat konser besar di AS dijual melalui Ticketmaster. Departemen Kehakiman mencatat perusahaan ini memiliki atau mengendalikan lebih dari 265 tempat konser di Amerika Utara dan puluhan amfiteater ternama.
Ticketmaster memicu kemarahan pada November 2022 ketika situsnya mengalami gangguan saat acara presale untuk konser Taylor Swift. Perusahaan itu mengatakan situsnya kewalahan oleh membludaknya fans yang ingin membeli tiket dan serangan bots, yang menyamar sebagai konsumen untuk meraup tiket dan kemudian menjualnya di situs-situs sekunder. Insiden ini mendorong dengar pendapat di Kongres dan pembuatan rancangan undang-undang di badan legislatif negara bagian yang bertujuan melindungi konsumen dengan lebih baik.
Departemen Kehakiman mengizinkan Live Nation dan Ticketmaster untuk bergabung asalkan Live Nation setuju untuk tidak melakukan pembalasan terhadap tempat-tempat konser yang menggunakan perusahaan tiket lain selama sepuluh tahun. Pada tahun 2019, departemen tersebut menyelidiki dan menemukan bahwa Live Nation telah "berulang kali" melanggar perjanjian tersebut dan memperpanjang larangan membalas dendam terhadap tempat konser hingga tahun 2025. [em/ka]
Your browser doesn’t support HTML5