Departemen Luar Negeri Amerika menyerukan kepada Arab Saudi untuk melanjutkan tindakan hukum terhadap pejabat tinggi dan keluarga kerajaan dengan “cara yang adil dan transparan.” Tanggapan ini disampaikan setelah terjadi pembersihan menyeluruh terhadap para pejabat tinggi Arab Saudi Sabtu lalu (4/11) oleh Raja Salman dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman atau yang dikenal sebagai MbS.
Perkembangan dramatis di Arab Saudi membuat seluruh Timur Tengah tegang, dengan ditangkapnya Pangeran Alwaleed bin Talal – salah satu orang terkaya di dunia – bersama sejumlah anggota keluarga kerajaan, menteri dan investor secara tiba-tiba; yang kini ditahan di Hotel Ritz Carlton Riyadh.
Presiden Amerika Donald Trump melalui cuitan di Twitter, menyatakan dukungan terhadap penangkapan itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert menanggapi hal tersebut dengan mengatakan, “Kami tetap mendorong otorita Arab Saudi untuk melanjutkan tindakan hukum terhadap orang-orang yang mereka yakini sebagai pejabat yang korup. Kami berharap mereka melakukannya secara adil dan transparan, kami menyerukan kepada pemerintah Arab Saudi untuk melakukan hal itu. Saya belum punya banyak informasi tentang hal ini.”
Ketika ditanya wartawan apakah Departemen Luar Negeri setuju dengan cuitan Presiden Trump, Nauert merujuk pertanyaan itu pada Gedung Putih.
Beberapa analis mengatakan kepemimpinan Arab Saudi berupaya menanggapi dengan tegas sejumlah tantangan yang ada, termasuk memberantas korupsi yang merajalela dan menghadapi saingan beratnya, Iran.
Pengamat di Brookings Instituion Hady Amr mengatakan, “Tampaknya penangkapan ini merupakan langkah memberantas korupsi. Yang memicu sorotan dan mungkin menimbulkan dampak tak terduga adalah karena yang ditangkap adalah tokoh-tokoh penting, dengan salah seorang di antaranya memiliki kekayaan bernilai triliunan dolar dan sangat terkenal di Amerika; sementara yang lain adalah tokoh-tokoh terkemuka. Bayangkan seandainya di Amerika muncul berita bahwa Bill Gates dan Warren Buffett ditangkap. Apakah hal itu tidak akan menimbulkan keraguan pada perekonomian kita?.”
Dalam konferensi pers di Departemen Luar Negeri, wartawan juga menanyakan apakah ia khawatir bahwa penangkapan massal itu akan menimbulkan ketidakstabilan. Nauert menyebut Iran sebagai penyebab ketidakstabilan di kawasan.
“Saya kira kita tahu persis siapa yang bertanggungjawab atas sebagian besar ketidakstabilan di kawasan itu dan kita telah melihat aktivitas-aktivitas Iran. Kita melihat aktivitas Iran di Yaman. Kita melihat peran Iran di Suriah. Kita melihat campur tangan Iran di mana-mana,” kata Nauert.
Dengan mundurnya Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri hari Minggu lalu (5/11), para pakar Arab Saudi khawatir tentang kemungkinan pecahnya konflik di kawasan, yang sudah berkecamuk di Yaman.
Amr berharap Menteri Luar Negeri Rex Tillerson akan mampu menenangkan situasi.
“Saya yakin Menteri Luar Negeri Rex Tillerson memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukannya berkat pengalamannya selama bertahun-tahun di Exxon dimana ia sudah mengelola persaingan dan konflik diantara negara-negara Teluk. Pertanyaannya bagi saya adalah apakah Presiden Trump ingin Tillerson melakukannya,” ujarnya.
Amr menambahkan jika Trump berencana melakukan perubahan di Timur Tengah sebagaimana telah berusaha melakukannya di Amerika, ini bisa menjadi permainan yang berbahaya. [em/ds]