Deplu Amerika Monitor Perkembangan di Korea Selatan dengan “Penuh Keprihatinan”

Aksi unjuk rasa untuk menuntut Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengundurkan diri digelar di depan Majelis Nasional di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 4 Desember 2024.

Wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel hari Selasa (3/12) mengatakan Amerika “mengamati perkembangan terkini di Republik Korea dengan penuh keprihatinan.”

“Ini adalah situasi yang sangat berubah-ubah, dan saya tidak akan mengambil kesimpulan langsung, pada saat ini, yang bisa saya katakan adalah bahwa kami sedang mengamati perkembangan ini.”

Ditambahkannya, “Amerika tetap menjalin hubungan yang erat dan tepat dengan Korea Selatan. Dan saya yakin kami akan memiliki lebih banyak hal untuk disampaikan seiring dengan perkembangan situasi. Saya hanya tidak ingin mendahului hal tersebut.”

Kebingungan, isu-isu dan ketakutan menyebar luas di seluruh Korea Selatan pada Rabu dini hari (4/12) setelah Presiden Yoon Suk Yeol secara tiba-tiba mengumumkan pemberlakuan darurat militer.

Ini adalah deklarasi pertama sejak lebih dari empat dekade lalu ketika negara itu dikendalikan oleh diktator.

BACA JUGA: Pemberlakuan Hukum Militer di Korea Selatan Picu Kekacauan

Dekrit dan pemungutan suara yang terburu-buru oleh anggota parlemen untuk membatalkan pemberlakuan darurat militer itu merupakan saat-saat penuh drama bagi Yoon Suk Yeol, yang telah berjuang mengatasi kebuntuan politik di parlemen yang didominasi oleh kelompok oposisi dan diselimuti korupsi.

Meskipun tidak ada bukti langsung yang diberikan, Yoon mengangkat momok Korea Utara sebagai kekuatan yang tidak stabil.

Yoon telah sejak lama mengatakan bahwa garis keras terhadap Korea Utara adalah satu-satunya cara untuk menghentikan Pyongyang menindaklanjuti ancaman nuklirnya terhadap Seoul.

Namun dengan cepat muncul klaim bahwa deklarasi darurat itu terkait dengan perjuangan politik Yoon.

Tingkat popularitasnya telah menurun, dan dia hanya memiliki sedikit keberhasilan dalam membuat kebijakannya diadopsi oleh parlemen yang telah dikendalikan oleh kelompok oposisi sejak dia mengambil alih pada tahun 2022.

Pihak konservatif mengatakan langkah oposisi merupakan balas dendam politik atas penyelidikan terhadap pemimpin oposisi, yang dipandang sebagai favorit untuk pemilihan presiden berikutnya pada tahun 2027. [em/ab]