Deputi Menlu AS Tekankan Pentingnya Kerja Sama Komprehensif dengan Indonesia

Deputi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) untuk Manajemen dan Sumber Daya Richard Verma saat berada di @America, Jakarta, 1 Februari 2024. (x/@DepSecStateMR)

Dalam lawatannya ke Jakarta, Deputi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) untuk Manajemen dan Sumber Daya Richard Verma menekankan kerja sama komprehensif antara Indonesia dan Amerika Serikat lebih dari sekedar hubungan transaksional.

Hal tersebut disampaikannya dalam acara Open Dialogue on the US Indo-Pacific di @America, Jakarta, Kamis (1/2).

Lebih lanjut, Richard menjelaskan bahwa kerja sama komprehensif antara Indonesia dan Amerika Serikat merupakan hubungan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai bersama seperti demokrasi, inklusivitas, keberagaman, serta penyelesaian perselisihan secara damai.

“Jadi kita terikat oleh nilai-nilai bersama kedua bangsa kita, dan hal itu dapat dilihat dari jumlah pelajar Indonesia yang berada di Amerika. Anda melihatnya dalam program pertukaran kami. Nilai-nilai bersama tersebut sebenarnya adalah perekat yang mempersatukan kita,” ungkap Richard.

Richard menjelaskan berbagai peningkatan kerja sama komprehensif yang selama ini dilakukan oleh kedua negara terjadi di beberapa bidang strategis, seperti bidang pertahanan di mana kedua negara sering melakukan latihan militer gabungan untuk memperkuat pertahanan masing-masing negara.

Selain itu, dalam bidang ekonomi, kerja sama antar kedua negara juga terus meningkat dari waktu ke waktu. Seperti kerja sama perdagangan yang nilainya sudah mencapai kurang lebih US$50 miliar.

“Saya pikir angka perdagangan dua arah bisa jauh lebih tinggi, terserah pada kita untuk membicarakan apa yang bisa kita lakukan dari saat ini. Perspektif perdagangan untuk menghilangkan hambatan lebih jauh dan menciptakan lebih banyak peluang ekonomi,” jelasnya.

Menurutnya, contoh di atas merupakan perkembangan yang baik untuk sebuah kemitraan strategis antar negara. Indonesia dan Amerika Serikat, ia yakini, ke depan bisa membuat kerja sama di bidang lain yang lebih luas.

Deputi menlu AS itu juga yakin bahwa tidak hanya dengan Indonesia, namun juga dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, kerja sama itu bisa diperkuat di berbagai bidang strategis seperti penanganan krisis iklim, penyediaan energi bersih, keamanan siber serta kesehatan global. Apalagi saat ini sudah ada 6.000 perusahaan Amerika Serikat di Asia Tenggara yang berkontribusi sekitar US$500 miliar pada perdagangan dua arah.

Deputi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) untuk Manajemen dan Sumber Daya Richard Verma saat berada di @America, Jakarta, 1 Februari 2024. (x/@DepSecStateMR)


Lebih jauh, Richard menjelaskan bahwa masyarakat dapat turut andil dalam memberikan saran terkait kerja sama komprehensif antar kedua negara. Dengan begitu, pemerintah dalam hal ini bisa melakukan sebuah adaptasi dan melakukan perkembangan yang berarti sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai dampak dari kemitraan antar negara.

“Tapi itulah yang saya pikirkan tentang arti kemitraan strategis komprehensif dan hal ini tidak terjadi di semua negara di dunia. Jadi menurut saya ini adalah sesuatu yang sangat istimewa dan menurut saya ini mewakili posisi penting kita dalam hubungan ini.” tuturnya.

Dengan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Amerika Serikat yang sudah berjalan 75 tahun, ia meyakini bahwa hubungan kedua negara akan semakin kuat dari waktu ke waktu.

“Saya memikirkan hubungan diplomatik kita. Sekali lagi, saya tidak yakin saya pernah melihat hubungan sekuat ini, sekokoh ini, sedalam ini, dan sekarang terserah pada kita untuk membawanya ke tingkat berikutnya,” tambahnya.

Dalam kesempatan ini, Richard juga menyoroti pentingnya peran ASEAN di ranah global. Menurutnya, ASEAN merupakan sebuah perkumpulan negara yang memiliki pemikiran untuk selalu bersatu untuk memajukan prinsip dan prioritas bersama. Menurut pandangannya, tidak ada yang lebih baik dari ASEAN dalam melakukan hal tersebut.

“Sekali lagi anda melihat kemajuan luar biasa yang telah dicapai selama beberapa dekade terakhir di ASEAN, dan negara-negara anggota ASEAN dan di sinilah terdapat banyak harapan untuk masa depan dalam hal inovasi dan penemuan serta peluang ekonomi dan juga masalah keamanan serta penetapan standar tentang masa depan yang kita inginkan,” katanya.

Hal tersebut di atas, katanya tentu tidak terjadi dalam 20 tahun yang lalu di mana kini semuanya berbicara tentang keamanan dunia maya atau ekonomi digital serta peraturan lalu lintas informasi di dunia maya yang dijalani pada saat ini.

“Jadi ASEAN dapat menjadi forum yang sangat kuat di mana kita, sekali lagi, menyatukan negara-negara yang berpikiran sama untuk membantu memecahkan beberapa tantangan yang kita hadapi. Jadi saya melihat pengakuan ASEAN dalam kerangka strategis komprehensif dengan cara yang sama,” tegasnya.

Deputi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) untuk Manajemen dan Sumber Daya Richard Verma di @America, Jakarta, 1 Februari 2024. (x/@DepSecStateMR)

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran (Unpad) Rizki Ramadhan sependapat dengan Deputi Menlu AS bahwa kerja sama komprehensif antara Indonesia dan Amerika Serikat harus lebih diperdalam dan tidak hanya sekedar hubungan bisnis semata. Menurutnya, sangat dimungkinkan hubungan kedua negara dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk hal-hal yang bersifat global.

“Bagaimana kita meminta Amerika Serikat untuk menciptakan stabilitas di daerah-daerah konflik di Timur Tengah, Ukraina. Jadi diperluas, ok kita akan assist, ada yang kita share, tapi juga ketika kita men-share itu, menyepakati itu untuk di-share dengan Amerika Serikat, tapi kita juga minta ada kepentingan atau hal-hal yang sifatnya global. Jadi tidak hanya kepentingan pribadi Indonesia apakah nanti kita minta bargain masalah dukungan AS kepada Israel, kita minta bargain, atau dalam konflik Ukraina juga. Jadi kita akan dikenal dunia sebagai negara yang tidak egois dan kita mampu berperan lebih,” ungkap Rizki.

Menurutnya, hal tersebut sangat dimungkinkan terjadi dalam konteks peningkatan hubungan antara kedua negara ini. Namun di sisi lain di tahun politik ini, Rizki melihat masih ada kekhawatiran Amerika Serikat terkait pengaruh Tiongkok di Indonesia.

“Terutama kita masih di tahun politik. Ini terkait dengan itu juga kekhawatiran mereka, next president nanti akan pro ke mana? Dan saya melihat ini bagian dari upaya-upaya untuk mengamankan kepentingan Amerika Serikat juga di Indonesia dan di ASEAN terutama,” tambahnya.

Dalam konteks ASEAN, Rizki melihat ASEAN masih dalam posisi yang terjepit antara pengaruh kuat Amerika Serikat dan China di kawasan. Hal tersebut terlihat dari masalah Code of Conduct (kode perilaku) tentang Laut China Selatan yang belum disepakati sampai detik ini.

Rizky menilai mungkin hal tersebut memang yang terbaik untuk saat ini, namun ia juga melihat bahwa hal itu disengaja oleh pemimpin-pemimpin di ASEAN karena mereka tidak ingin terlihat terlalu memihak kepada Amerika Serikat atau Tiongkok.

“Mereka lebih nyaman bersifat negara-negara itu ya bilateral saja, mau berurusan langsung memilih dengan AS atau China, jadi jangan pakai bendera ASEAN. ASEAN memihak Amerika atau ASEAN memihak China. Saya melihat negara-negara ASEAN masih nyaman seperti itu,” pungkasnya. [gi/ab]