Nama desa itu sebetulnya Deori. Di desa itu, di halaman rumah setiap penduduknya pasti ditemukan tanaman aloe vera, yang di Indonesia biasa disebut lidah buaya.
Tanaman itu tidak hanya untuk mempercantik halaman rumah, melainkan juga untuk diperdagangkan. Menurut Birsa Oroan, seorang petani, ia dan kawan-kawannya membudidayakan tanaman lidah buaya setelah menjalani program pemberdayaan masyarakat Universitas Pertanian Birsa yang biasa disebut Birsa Krishi Vishwavidyalaya.
“Pada tahun 2018 kami mendapat informasi tentang perkebunan lidah buaya. Kami dilatih untuk menanamnya dan kemudian kami masing-masing diberi 50 tanaman. Kami menanamnya di halaman rumah atau di petak khusus. Awalnya ada yang menanam secara benar, ada yang menanamnya secara keliru sehingga tanaman mereka mati. Kami awalnya menanam untuk mempercantik halaman, tapi kemudian dengan biji-bijinya, kami terus menyebarkannya," jelasnya.
Karena setiap rumah tangga di desa itu membudidayakan lidah buaya, tidak mengherankan bila desa itu kemudian dikenal sebagai sentra produksi tanaman itu. Walhasil, order pembelian pun berdatangan, dan warga pun memetik keuntungan.
Yang tidak kalah menarik, perempuan pun dilibatkan dalam budidaya itu sehingga mereka juga bisa mencari nafkah dan hidup mandiri.
Pemimpin perempuan petani desa itu, Manju Kacchap, mengatakan sekitar satu kuintal lidah buaya dipanen dan dijual dari desa itu dalam sebulan.
“Hingga saat ini, semua orang di desa menanam lidah buaya sehingga orang-orang dari luar bisa datang untuk membelinya. Sekitar satu kuintal lidah buaya dihasilkan di sini. Perkebunan lidah buaya semakin berkembang di desa kami sehingga panennya mungkin akan meningkat di masa mendatang, dan memberi lebih banyak manfaat pada masyarakat setempat,” komentarnya.
Menurut Kacchap, di masa pandemi, bisnis lidah buaya di desa itu tidak begitu terdampak. Penduduk bahkan mengandalkan budidaya tanaman ini sebagai sumber utama pendapatan warga.
Selain dikenal sebagai tanaman hias, lidah buaya merupakan tanaman herbal yang tersohor sejak zaman kuno. Getahnya konon sering dimanfaatkan sebagai penghalus kulit pada zaman Yunani Kuno.
Your browser doesn’t support HTML5
Di Indonesia sendiri, lidah buaya kerap dimanfaatkan sebagai penyubur rambut dan bahan perawatan kulit. Getah tanaman itu mengandung senyawa antiseptik, antipuritik, anestetik, antijamur, antiinflamasi, dan afrosidiak.
Tanaman yang kaya vitamin A, vitamin C, vitamin, E, vitamin B1, Kalsium, Magnesium, Zinc, dan Fosfor ini juga sering diolah sebagai bahan minuman segar. [ab/uh]