Dewan Gereja Dunia 'Sedih dan Kecewa' akan Keputusan Terkait Hagia Sophia

Para pengunjung di dalam Hagia Sofia atau Ayasofya, situs Warisan Dunia UNESCO, di Istanbul, Turki, 10 Juli 2020. (Foto: Reuters)

Dewan Gereja Dunia, yang mewakili 350 gereja Kristen, Sabtu (11/7), mengatakan telah menulis surat kepada Presiden Turki, menyatakan "kesedihan dan kecemasan" terkait keputusannya untuk menjadikan museum Hagia Sophia sebagai masjid.

"Hagia Sophia telah menjadi tempat keterbukaan, perjumpaan dan inspirasi bagi orang-orang dari semua negara dan agama" sejak 1934 ketika tempat itu diubah dari masjid menjadi museum, kata Ioan Sauca, sekjen sementara dewan yang berbasis di Jenewa itu, dalam surat tersebut.

Situs UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya PBB/The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) yang berusia 1.500 tahun itu pada mulanya merupakan sebuah katedral Kristen Ortodoks. Setelah kerajaan Ottoman menguasai Istanbul pada 1453, situs itu diubah menjadi masjid.

Pada Jumat (10/7), Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa musem yang merupakan salah satu keajaiban arsitektur di dunia itu, akan dibuka kembali bagi para jemaah Muslim sebagai masjid. Keputusan itu memicu kemarahan dalam komunitas Kristen dan dari negara tetangga, Yunani.

Deklarasinya itu dikeluarkan setelah sebuah pengadilan tinggi Turki mencabut status museum dari monumen kerajaan Bizantium pada abad ke-6 itu.

Pada Sabtu (11/7), pernyataan Dewan Gereja Dunia menegaskan bahwa "dengan memutuskan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid lagi, Anda telah menghapus tanda positif dari keterbukaan Turki dan mengubahnya menjadi isyarat eksklusi dan perbedaan."

Langkah itu akan "menimbulkan ketidakpastian, kecurigaan dan ketidakpercayaan, memupus semua upaya kita untuk membawa orang-orang dari berbagai latar belakang agama ke meja perundingan dan kerjasama," kata pernyataan itu.

Dewan itu memperingatkan bahwa keputusan itu juga bisa "mendorong ambisi kelompok-kelompok lain di tempat lain yang berusaha mengganti status quo dan untuk mengedepankan perpecahan baru antar masyarakat beragama." [vm/ft]