Dewan Keamanan PBB akan bertemu pada Rabu (12/1) dalam sesi informal untuk membahas perkembangan terakhir di Sudan. Pertemuan tersebut menyusul adanya aksi demonstrasi menentang kekuasaan militer di negara Afrika berlanjut, kata sumber-sumber diplomatik.
Sesi itu akan berlangsung secara tertutup, kata sumber tersebut pada Jumat (7/1), sekaligus menambahkan bahwa pertemuan itu diajukan enam dari 15 anggota dewan: Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Norwegia, Irlandia, dan Albania.
Posisi umum Dewan Keamanan "tidak diharapkan, karena China dan Rusia akan menentangnya," kata seorang diplomat yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Beijing dan Moskow di masa lalu telah menekankan bahwa situasi di Sudan, yang berada di ambang kekacauan sejak pengambilalihan militer 25 Oktober, merupakan masalah internal negara tersebut dan tidak mengancam keamanan internasional.
BACA JUGA: PBB Desak Sudan Tetap Tenang di tengah Pergolakan Pasca Pengunduran Diri Perdana MenteriPertemuan itu akan memungkinkan perwakilan khusus PBB untuk Sudan, Volker Perthes, memberikan penjelasan singkat kepada anggota Dewan Keamanan tentang kondisi Sudan sejak Perdana Menteri Abdallah Hamdok mengundurkan diri pada Minggu di tengah sejumlah protes terhadap junta.
Hamdok menjadi gambaran suatu transisi ke pemerintahan sipil yang diluncurkan setelah penggulingan Jenderal Omar al-Bashir, akan tetapi kekhawatiran semakin bertambah terkait kediktatoran.
Amerika Serikat dan Uni Eropa memperingatkan militer Sudan agar tidak menunjuk perdana menterinya sendiri setelah Hamdok mundur.
Tiga demonstran ditembak mati pada Kamis (6/1) di Ibu Kota Khartoum dan sekitarnya, menurut beberapa dokter dan saksi. Tragedi itu terjadi ketika orang-orang berkumpul berdemo di sejumlah daerah di negara itu untuk memprotes kekuasaan militer. [mg/ah]