Di saat jumlah korban tewas dan penderitaan semakin meningkat bagi warga sipil Palestina di Jalur Gaza, Dewan Keamanan PBB kembali gagal dalam mengusahakan bantuan untuk mereka pada Rabu (18/10), sementara utusan Israel dan Palestina saling melemparkan tuduhan.
“Laju kematian, penderitaan, penghancuran, pelanggaran hukum internasional sangatlah luar biasa,” pesan kepala bantuan kemanusiaan PBB Martin Griffiths dari Mesir kepada peserta pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB. Griffiths sedang berusaha merundingkan pembukaan akses untuk bantuan ke Gaza.
Dia mengatakan gencatan senjata kemanusiaan akan sangat membantu “mengurangi penderitaan luar biasa yang dialami warga.” Pernyataannya juga disuarakan sebelumnya pada Rabu oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” guna memfasilitasi pembebasan semua sandera dan memberi akses tidak terbatas ke bantuan kemanusiaan untuk semua orang di Gaza. Sekjen PBB itu akan tiba di Kairo pada Kamis (19/10) untuk mengadakan lebih banyak pembicaraan.
BACA JUGA: Serangan terhadap Rumah Sakit di Gaza Picu Protes di Seluruh Timur TengahPada Rabu Presiden AS Joe Biden di Tel Aviv mengatakan Israel telah sepakat untuk mengijinkan bantuan kemanusiaan mengalir ke Gaza dari Mesir, tetapi dengan syarat akan melewati pemeriksaan dan bantuan itu harus diberikan kepada warga sipil dan bukan kepada Hamas.
Gaza berada di bawah isolasi penuh oleh Israel sejak militan Hamas melakukan serangan teror yang kejam dan mematikan ke dalam wilayah Israel pada 7 Oktober lalu, menewaskan 1.400 warga Israel dan menculik hampir 200 orang dan membawa mereka ke Jalur Gaza yang berada di bawah kekuasaan kelompok militan tersebut.
Israel mendeklarasikan perang terhadap Hamas, dan paling sedikit 3.000 warga Palestina telah tewas sejak militer Israel mulai menyerang Gaza 11 hari yang lalu. Lebih dari sejuta warga Palestina tidak memiliki akses terhadap bahan bakar, makanan atau air bersih dan mereka diperintahkan untuk pergi ke bagian selatan Jalur Gaza demi keselamatan mereka.
Sejumlah lembaga bantuan sudah menyiapkan sekitar 3.000 ton pasokan untuk dibawa melalui lintas perbatasan Rafah yang terletak antara Mesir dan wilayah selatan Gaza sesegera mungkin, tetapi PBB belum menerima rincian kesepakatan yang dicapai AS dan Israel, dan belum ada bantuan yang dikirim ke Gaza hingga hari Rabu.
Biarkan diplomasi yang berbicara
Saat Biden berbicara dari Israel, AS menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk menghalangi resolusi kemanusiaan yang diajuka oleh Brazil. Sebanyak 12 dari 15 anggota Dewan Keamanan telah mendukung resolusi tersebut, yang mengutuk kekerasan dan menyerukan pelepasan sandera secepatnya dan gencatan senjata untuk membolehkan penyediaan bantuan bagi warga sipil di Gaza.
"Kami berada di lapangan, bekerja keras lewat jalur diplomasi," ujar duta besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield. "Kami menyadari keinginan Brazil untuk memajukan proposalnya, namun kami percaya bahwa kita harus membiarkan diplomasi untuk berjalan, terutama saat Sekjen PBB Guterres, Presiden Biden, dan menlu Blinken, dan sejumlah pemimpin regional tengah mengadakan dialog intensif terkait isu yang kita bicarakan saat ini."
Menjelang sesi pertemuan Dewan Keamanan tersebut, Menteri Luar Negeri Israel mengatakan di platform X, yang semula dikenal sebagai Twitter, bahwa utusannya akan menunjukkan "bukti nyata" di hadapan anggota Dewan Keamanan bahwa kelompok militanlah yang menyerang rumah sakit di Gaza. namun Duta Besar Israel Gilad Erdan tidak menunjukkan bukti apapun dalam sesi pertemuan tersebut kecuali sejumlah tuduhan yang ia lontarkan terhadap Hamas. [jm/lt/rs]