Dewan Pers Sesali Penetapan Status Tersangka Pemred 'The Jakarta Post'

Koran berbahasa Inggris "The Jakarta Post" (Foto:VOA/Andylala). Dewan Pers menyesalkan penetapan status tersangka Pemimpin Redaksi "The Jakarta Post" Medyatama Suryodiningrat oleh Kepolisian daerah Metro Jaya.

Dewan Pers menyesalkan penetapan status tersangka Pemimpin Redaksi "The Jakarta Post" Medyatama Suryodiningrat oleh Kepolisian daerah Metro Jaya terkait kasus dugaan penistaan agama lewat sebuah karikatur.

Dewan Pers menyesalkan penetapan status tersangka Pemimpin Redaksi harian "The Jakarta Post" Medyatama Suryodiningrat oleh Kepolisian daerah Metro Jaya terkait kasus dugaan penistaan agama Islam lewat kartun yang dimuat media berbahasa Inggris tersebut pada 3 Juli 2014 lalu.

Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga Dewan Pers Nezar Patria kepada VOA, Jumat (12/12) menjelaskan, pihak "The Jakarta Post" sebelumnya sudah meminta maaf dan menarik kartun itu.

"Kita menyesalkan penetapan status tersangka itu ya. Karena kasusnya sebenarnya sudah selesai secara jurnalistik. Dewan Pers sudah membuat surat ke pihak Polri dan pihak yang memperkarakan masalah itu. Kami juga menyesalkan penerapan pasal penistaan agama ya dalam kasus ini," kata Nezar Patria.

Nezar Patria menjelaskan, dari hasil kajian Dewan Pers, "The Jakarta Post" tidak bermaksud menghina umat Islam melalui gambar kartun tersebut. Melainkan menurut Nezar, justru ingin menyampaikan pesan bahwa kelompok negara Islam Irak–Suriah (ISIS) adalah sebuah organisasi yang keji dan justru menjadi musuh bersama umat Islam dan negara-negara di dunia.

"Apa yang dilakukan Jakarta Post dengan meminta maaf dan mencabut gambar kartun itu adalah sebuah niat baik dan tidak ada itikad buruk dari Jakarta Post untuk mengolok-olok atau menyinggung apalagi menistakan agama. Apa yang mereka lakukan semata-mata untuk melakukan peringatan dini kepada warga negara Indonesia khususnya umat Islam, bahwa ada kelompk ISIS yang berbuat keji. Itu pesan yang mau mereka sampaikan. Apalagi ISIS sudah menjadi musuh bersama oleh umat Islam di Indonesia dan juga Pemerintah termasuk semua negara di dunia," jelas Nezar Patria.

Nezar Patria memastikan, kasus ini terkait masalah produk jurnalistik yang sebenarnya menjadi ranah dari Dewan Pers.

Sementara itu Pemred "The Jakarta Post", Meidyatama Suryodiningrat angkat bicara soal penetapan status tersangka dari pihak Polda Metro Jaya.

Meidyatama yang biasa disapa Dimas dalam wawancara khusus kepada VOA mengaku terkejut dengan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus yang dituduhkan kepadanya.

"Kami merasa sangat terkejut. Kami baru mendapat informasi ini beberapa hari yang lalu. Saat ini kami pelajari soal itu. Faktanya kami tidak merasa melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan kepada kami," jelas Meidyatama Suryodiningrat.

Dimas menjelaskan, gambar kartun yang ditampilkan "The Jakarta Post" adalah kritik sosial atas keberadaan ISIS yang mengatasnamakan agama untuk melakukan kekerasan.

"Sebenarnya kalau diperhatikan, semua bisa melihat, apa yang kami lakukan adalah pekerjaan jurnalistik. Yang berupa kritik sosial terhadap gerakan ISIS. Terutama kritik atas pengatasnamaan agama untuk melakukan kekejian dan kekerasan," imbuhnya.

Dimas menambahkan, jauh sebelum "The Jakarta Post" memuat gambar kartun itu, media online berbahasa Arab yaitu Al-Quds.uk, dan beberapa media lainnya di beberapa negara timur tengah telah memuat gambar parodi bendera ISIS itu.

"Yang kami parodikan itu adalah bendera ISIS. Kami bukan media pertama yang memuat kartun itu. Di luar negeri khususnya media Al Quds dan di beberapa negara itu sudah diterbitkan dahulu sebelum di Indonesia melalui "The Jakarta Post". Dan disana tidak ada masalah sampai sekarang," kata Meidyatama Suryodiningrat.

Meski demikian, Dimas dan pihak "The Jakarta Post" memastikan akan mematuhi prosedur yang ada, dan mengikuti semua proses serta ketentuan hukum yang berlaku bagi penyelesaian masalah tersebut.

Pada 8 Juli 2014, "The Jakarta Post" diketahui telah meminta maaf, dalam dua bahasa, terkait pemberitaan edisi tanggal 3 Juli 2014, yang kemudian dinilai oleh sekelompok masyarakat sebagai penistaan agama. "The Jakarta Post" pada saat itu juga telah menarik karikatur itu.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Pol Rikwanto sebelumnya menjelaskan, Medyatama atau Dimas sebagai pemimpin redaksi bertanggung jawab atas kartun yang dinilai menistakan Islam itu.

Terkait hal itu, Dimas diancam Pasal 156 huruf a KUHP tentang Penistaan Agama dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. Pada pemeriksaan pekan depan, penyidik baru memutuskan, apakah akan dilakukan penahanan terhadap tersangka atau tidak.

Sebelumnya, Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta Edy Mulyadi melaporkan "The Jakarta Post" ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dengan tuduhan penistaan agama.