Arnold Khachaturov terjun ke dunia jurnalistik supaya orang-orang Rusia mendapat berita yang tidak diterbitkan di media-media yang dikendalikan negara. Ketika Rusia menginvasi Ukraina dan menerapkan pembatasan baru terhadap media, karir reporter yang berbasis di Moskow itu hancur.
“Setiap media independen mencari cara untuk terus beroperasi karena mereka diblokir beberapa hari setelah perang dimulai,” jelas Arnold Khachaturov.
Khachaturov adalah satu dari sekitar 1.500 jurnalis Rusia yang tinggal di pengasingan. Tahun ini, outlet beritanya, Novaya Gazeta Europe, membuka kantor ketiga di Paris. Media itu dikelola dua orang dari ruang kantor bersama di bangunan yang menyediakan kantor dan sumber daya lainnya untuk komunitas pengasingan.
Khachaturov meliput berita Eropa dan Rusia untuk pemirsa di dalam dan di luar negara asalnya, termasuk berita terkini tentang perang di Ukraina. Di Rusia, topik ini disensor secara ketat.
“Memang sangat sulit mendapatkan informasi di Rusia, bukan hanya karena kami tidak berada di sana secara fisik. Tetapi juga karena kami adalah organisasi yang tidak diinginkan. Jadi bagi orang-orang yang berbicara dengan kami, ini adalah bahaya yang nyata,” imbuhnya.
Novaya Gazeta Europe adalah satu dari puluhan media yang diberi label “tidak diinginkan” oleh Rusia. Sebutan ini membuat staf dan narasumber media tersebut, baik di dalam maupun di luar Rusia, berisiko tindakan hukum dan hukuman penjara.
Jeanne Cavelier, kepala Desk Eropa Timur dan Asia Tengah di organisasi pengawas media Reporters Without Borders, mengatakan, “Selalu sulit bagi jurnalis independen di Rusia. Tetapi situasinya menjadi lebih buruk dengan adanya perang di Ukraina, dengan adanya sensor militer secara keseluruhan. Kita bisa dipenjara karena apa pun.”
Untuk membantu jurnalis independen Rusia di pengasingan menyiarkan laporan mereka, Reporters Without Borders meluncurkan Svoboda, paket satelit yang mencakup Novaya Gazeta Europe dan media berita lainnya. Didukung Uni Eropa, program ini akan menjangkau jutaan rumah tangga di Rusia.
“Televisi bisa menjadi alat yang ampuh bagi rakyat Rusia untuk mengubah pandangan mereka tentang perang, mendapatkan fakta, fakta nyata, dan bukan propaganda,” tambahnya.
Jurnalis dan analis Rusia, Galia Ackerman, mengatakan bahwa pada masa Soviet akses berita independen jauh lebih sulit. Tinggal di Moskow puluhan tahun lalu, dia dan suaminya mendengarkan radio asing pada larut malam, ketika jamming berkurang.
“Orang tua saya tidak pernah bersama kami untuk mendengarkan. Mereka tidak peduli. Karena bagi mereka lebih mudah untuk tidak mengetahuinya,” jelasnya.
Itulah alasan mengapa dia skeptis bahwa operasi satelit baru ini akan membawa banyak perbedaan di Rusia. “Sebagian besar penduduk, menurut saya, saya khawatir, tidak mau tahu karena rasanya tidak tertahankan untuk mengetahui. Karena Rusia terus melakukan kejahatan besar. Bukan hanya terhadap Ukraina, tetapi juga terhadap rakyatnya sendiri,” lanjutnya.
Khatchaturov optimistis bahwa suatu hari nanti demokrasi dan kebebasan berpendapat akan terwujud di Rusia. Tetapi, kata dia, pertama-tama dia dan jurnalis lain di pengasingan perlu bersiap menghadapi perjuangan panjang.[ka/jm]