Demonstran kembali turun ke jalan-jalan di Thailand sewaktu koalisi pro-demokrasi Thailand kesulitan membentuk pemerintahan, meskipun telah memenangkan hampir tiga perempat suara dalam pemilu Mei lalu. Sebagaimana dilaporkan wartawan VOA Vijitra Duangdee dari Bangkok, partai-partai konservatif menggunakan kekuatan konstitusional mereka untuk mengubah keadaan.
Para demonstran di Bangkok mengekspresikan kemarahan dan kekecewaan atas apa yang mereka katakan sebagai suara yang diabaikan. Sekitar 14 juta warga Thailand telah memberikan suara untuk Partai Bergerak Maju yang progresif dalam pemilu bulan Mei lalu, atau sekitar tiga perempat dari total jumlah suara yang masuk.
Namun pemimpin Partai Bergerak Maju yang populer, Pita Limjaroenrat, dua kali ditolak menjadi perdana menteri pada bulan Juli dalam sidang gabungan DPR dan Senat yang ditunjuk oleh militer.
Salah seorang pendukung Partai Bergerak Maju, Chalocha Ninthummachart, yang ikut turun ke jalan, mengatakan,"Saya pikir kita akan melihat lebih banyak aksi protes di berbagai penjuru negeri ini, tidak hanya di Bangkok. Orang-orang sudah terbangun sekarang. Protes ini mungkin akan mempengaruhi ekonomi, tetapi setelah kita mencapai titik terendah, saya yakin kita akan bangkit kembali."
Partai Bergerak Maju membentuk koalisi delapan partai, dengan meraih 312 dari 500 kursi DPR. Namun partai itu dihalang-halangi untuk membentuk pemerintahan oleh Senat yang konservatif.
Di bawah kepemimpinan Pita Limjaroenrat, Partai Bergerak Maju telah menyerukan untuk memutus cengkeraman militer dari kekuasaan politik dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan demokratis. Mereka juga ingin mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang membungkam kritik terhadap monarki, sesuatu yang diharamkan kaum konservatif.
Namun koalisi pro-demokrasi yang dibentuk Pita kini berada di ujung tanduk. Pengadilan konstitusi menangguhkan keanggotaan Pita di parlemen pada 19 Juli hingga kasus yang melibatkan sahamnya di sebuah perusahaan media diputuskan.
Partai Bergerak Maju telah mengesampingkan Pheu Thai, partai yang terkait dengan mantan pemimpin Thaksin Shinawatra. Thaksin yang miliarder yang diperkirakan akan kembali ke Thailand pada tanggal 10 Agustus nanti, setelah 15 tahun mengasingkan diri. Langkah ini akan mencuri perhatian publik karena bersamaan dengan upaya Pheu Thai untuk meraih kekuasaan. Hal ini dapat membuat taipan real estat Srettha Thavisin atau putri bungsu Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, diusulkan sebagai perdana menteri.
Meskipun para pakar mengatakan, untuk mewujudkan hal itu mereka mungkin perlu membuat aliansi yang tidak nyaman di luar koalisi itu, bahkan dengan partai-partai yang terkait dengan militer; sebuah langkah yang tidak dapat diterima oleh banyak pendukung Partai Bergerak Maju seperti Sirirak Preedametawon.
"Ada begitu banyak emosi. Saya lelah, marah, dan ingin membalas dendam. Saya tidak yakin berapa lama kita harus melawan kekuatan lama ini. Saya berharap, tetapi kami tidak bisa berhenti berjuang sekarang atau kami akan terus ditindas," jelasnya.
Demokrasi kembali tertunda, namun para demonstran mengatakan kali ini mereka tidak akan membiarkannya. [em/ab]