Dialog 100 Ulama dan Tokoh dengan Rizieq Shihab, Bermanfaatkah?

  • Fathiyah Wardah

Foto Rizieq Shihab, pemimpin Front Pembela Islam (FPI) saat dipajang untuk dijual saat aksi unjuk rasa reuni Alumni 212 di Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, Desember 2, 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab, dalam reuni gerakan 212, mengkritik penegakan hukum yang dinilainya masih diskriminatif dan menjelaskan revolusi akhlak yang dipimpinnya. Namun, ia tidak memberikan solusi yang dimaksud.

Reuni 212 yang biasanya dilangsungkan di ruang terbuka, kali ini digelar secara virtual dalam bentuk “Dialog Nasional 100 Ulama dan Tokoh dengan Rizieq Shihab.” Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, menegaskan revolusi akhlak yang ia gaungkan bukanlah bentuk pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Pasalnya jika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bagus dan baik, maka harus diapresiasi, diterima, dan dijalankan bersama-sama.

"Adapun kebijakan-kebijakan yang tidak populer, membahayakan keselamatan bangsa dan negara, yang menindas rakyat, wajib kita kritisi. Mengkritik pemerintahan sah bukan makar. Mengkritik pemerintahan yang sah itu bukan pemberontakan," kata Rizieq.

Ia mengkritisi penegakan hukum yang menurutnya masih tidak adil dan diskriminatif, dan menilai perlu ada gerakan untuk mengubah hal itu secara cepat karena kondisinya sudah darurat.

Seorang pemuda muslim memegang bendera bergambar Rizieq Shihab, Jakarta, 2 Desember 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

"Jadi jangan ada penegakan hukum itu ibarat pisau yang tajam ke bawah tumpul ke atas. Karena diskriminasi hukum itu sangat berbahaya sekali bagi keberlangsungan bangsa Indonesia," kata Rizieq.

Pada kesempatan tersebut, Rizieq juga meminta maaf kepada semua masyarakat atas kerumunan para pendukungnya saat menyambut kedatangan di Bandara Sorkarno Hatta, kumpulan orang saat Maulid dan pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta, yang menimbulkan keresahan dan pelanggaran. Belajar dari pengalaman itu, Rizieq menghentikan rencana safari ke berbagai daerah.

Anggota DPR Fadli Zon yang juga hadir dalam acara itu mengatakan revolusi ahlak memang sangat dibutuhkan dan sedianya dimulai dari para pemimpin. Sebuah negara, tambahnya, dapat mudah hancur jika pemimpinnya lemah, stagnasi atau resesi ekonomi, dan adanya ketidakadilan antara pusat dan daerah.

BACA JUGA: Survei SMRC: 43 Persen Orang Suka FPI

Fadli melihat saat ini pemerintah terkesan Islamofobia dalam berbagai kebijakan.

Menanggapi acara dialog Rizieq Shihab dengan 100 ulama dan tokoh itu, pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai hal itu sekadar romantisme dan tidak memiliki efek yang cukup kuat. Tiap tokoh yang hadir, tambahnya, telah kehilangan orientasi masing-masing tentang apa yang sebenarnya ingin dituju dari semua kegiatan selama ini dilakukan.

Ray menyebut acara dialog tersebut sebagai bentuk konsolidasi, tetapi dia tidak yakin revolusi untuk mengubah keadaan bisa berlangsung. Meski begitu, dia berharap Rizieq Shihab dan para pendukung 212 tetap kritis terhadap penguasa.

Your browser doesn’t support HTML5

Dialog 100 Ulama dan Tokoh dengan Rizieq Shihab, Bermanfaatkah?

"Jadi kalau mereka berpikir melakukan sesuatu yang dramatis di dalam lima tahun itu yang menurut saya sebagai romantisme. Sulitlah dalam situasi seperti sekarang terjadi perubahan dramatis. Sebut saja apa yang disebut dengan revolusi. Itu sulit karena siklus lima tahunan itu sudah mulai berjalan," ujar Ray.

Ray menduga kalau presiden lima tahun mendatang bukan seperti sosok Jokowi, belum tentu Rizieq sekritis sekarang. Dia mencontohkan bagaimana Rizieq sama sekali tidak melakukan protes atau mengkritisi Anies Baswedan selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. [fw/em]