Belajar memasak dari neneknya, Petty Pandean-Elliott semula menekuni karirnya sebagai wartawan kuliner, kemudian menjadi juru masak dan kini sebagao chef atau juru masak internasional.
Setelah memenangkan berbagai lomba masak, perempuan kelahiran Manado tahun 1969 ini menulis buku masakan “The Indonesian Table.” Ditanya VOA mengenai cerita di balik penulisan bukunya, Petty mengatakan, “Jadi buat saya Indonesia itu memiliki banyak cerita, sejarah dan peranan dalam world cuisine (makanan dunia) dengan cengkih, pala, maze. Indonesia dikenal sebagai pusat rempah. Saya pikir saya di Inggris dan memiliki banyak kesempatan, jadi saya berusaha mencari penerbit dan bersyukur sekali saya mendapat publisher yang tepat untuk saya, yaitu Phaidon yang berpusat di London dan New York”.
Buku setebal hampir 300 halaman yang berisi 150 resep masakan itu mengingatkan dirinya semasa kecil ketika diajarkan memasak oleh neneknya.
“Nenek saya yang membantu saya semasa kecil mengajarkan hal-hal sederhana tapi itu membuat saya mempunyai pengetahuan mengenai makanan Indonesia dan Menado, yang menjadi modal buat saya untuk belajar makanan daerah yang lain. Jadi setiap resep itu ada ceritanya,” tambahnya.
Peluncuran bukunya pada bulan Mei di Washington, DC sangat tepat karena bulan Mei adalah bulan warisan budaya Asia yang diperingati setiap tahun di Amerika.
Sebuah organisasi nirlaba, Rumah Indonesia dengan sigap menyelenggarakan Diskusi Buku "The Indonesian Table" di salah satu Museum Smithsonian yang khusus menampung seni dan budaya Indonesia.
Your browser doesn’t support HTML5
VOA menemui salah seorang pengurus Rumah Indonesia, Elzsa Purdy.
“Makanan adalah salah satu faktor besar dalam kebudayaan Indonesia. Jadi amat sangat berhubungan dengan visi dan misi Rumah Indonesia untuk membawa chef dan penulis buku ke Washington, DC ke publik Amerika. Senang dan bangga sekali bisa menjadi bagian dari acara ini. Smithsonian (museum) ini besar sekali untuk chef Petty datang jauh dari Inggris dan bisa meluncurkan bukunya di sini, itu kebanggaan luar biasa untuk Rumah Indonesia dan sebetulnya untuk Indonesia,” kata Elzsa.
Ketika ditanya, mengapa masakan Indonesia belum setenar sushi dari Jepang dan Pat Thai dari Thailand, Petty mengatakan, karena kedua negara itu telah lebih dulu mempromosikan makanan khas negara; dibandingkan Indonesia yang baru memulai 10 tahun lalu.
Namun dengan hadirnya tempe yang sudah dikenal di Eropa, maka Petty berharap Indonesia makin dikenal di dunia.
“Banyak sekali produser tempe dan perusahaan besar juga sudah memproduksi tempe dan tempe ini tersedia di hampir semua supermarket di Inggris, jadi kita harus bangga. Tetapi rasanya belum, jadi mudah-mudahan rasa tempe Indonesia itu, orang bisa belajar dari buku saya, karena tempe sudah tersebar di mana-mana tapi rasanya masih rasa Meksiko atau rasa kare dari India, tetapi belum rasa Indonesia. Jadi tugas kita untuk menginformasikan rasa Indonesia seperti ini,” tambah Petty.
Sekitar 300 orang hadir dalam acara diskusi buku masakan itu. Hadir pula seorang penulis buku masakan kelahiran Indonesia, Patricia Tanumihardja. Perempuan yang dibesarkan di Singapura dan kini menetap di Virginia itu mengatakan masakan Indonesia kerap membuatnya bernostalgia akan masa kecil dan masakan ibunya.
Namun kata Patricia, ada sebagian resep masakan yang ditulis Petty itu yang dia tidak tahu, karena Indonesia begitu luas dan memiliki berbagai macam masakan di tiap daerah atau provinsi.
Lain halnya dengan Adriel yang lahir di California dengan ayah dan ibu asal Jakarta. Ia mengenal masakan Indonesia dari neneknya, namun ketika ia tertarik memasak, ia merasakan kesulitan mendapatkan bahan dan bumbu khas Indonesia.
Menurut Adriel, dia tertarik pada buku ini karena tampaknya bisa memperoleh apa yang ia inginkan untuk membuat masakan Indonesia.
Petty juga menjelaskan, jika sulit mendapatkan gula Jawa, bisa diganti dengan brown sugar, dan bumbu kacang untuk gado-gado bisa diganti dengan mentega kacang (peanut butter). Tentunya dengan ditambah bumbu penyedap lain.
Setelah meluncurkan bukunya di Amerika, pada bulan Juni nanti Petty akan meluncurkan bukunya di Indonesia. Sedangkan di London, Inggris tempat Petty bermukim, buku itu sudah diluncurkan tiga minggu sebelumnya.
Acara peluncuran dan diskusi buku dilanjutkan dengan penandatangan buku yang tampaknya banyak dibeli oleh hadirin. Peserta diskusi buku juga mendapat kesempatan untuk mencicipi tiga macam contoh makanan Indonesia yaitu tempe bacem, dadar gulung dan kroket. [ps/em]