Din Syamsuddin: Perbedaan Perayaan Idul Fitri Jangan Dibesar-besarkan

  • Munarsih Sahana

Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (foto: dok).

Sebagian besar Muslim di Yogyakarta telah merayakan Idul Fitri 1432 H pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sekitar 25.000 orang memadati Alun-Alun Utara Kraton Yogyakarta dan di badan jalan sekitarnya guna melaksanakan Sholat Ied dengan imam Moch Irfan dari Masjid Besar Kauman dan Khotib Ketua Umum PP Muhammadiyah Profesor Din Syamsudin.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Din Syamsuddin dalam khotbahnya kembali menyampaikan alasan PP Muhammadiyah melaksanakan sholat Idul Fitri pada hari Selasa (30/8), bukan hari Rabu sebagaimana diputuskan oleh pemerintah.

Ia mengharapkan perbedaan dalam perayaan Idul Fitri di Indonesia hendaknya tidak dibesar-besarkan, bahkan dijadikan konflik dikalangan umat Islam di tanah air. "Hilal Syawal telah datang kemarin sore, bersamaan dengan terbenamnya matahari bulan masih berada di atas ufuk di wilayah Republik Indonesia, sekitar satu sampai dua derajat," ujar Din Syamsuddin. "Setelah sebelumnya pagi hari kemarin pukul 10:04 telah terjadi konjungsi matahari, bulan dan bumi yang selalu menandai berakhirnya satu bulan dan hadirnya bulan baru."

Din Syamsuddin juga mengajak umat Islam di Indonesia agar berperan lebih besar dalam ikut menyelesaikan masalah kemiskinan yang diakibatkan oleh korupsi yang masih merajalela.

Mengenai perbedaan itu, Kyai Abdul Muhaimin warga Nahdlatul Ulama, tinggal di kompleks Muhammadiyah Kotagede Yogyakarta, juga Ketua Yayasan International Conference on Religion And Peace (ICRP) menjelaskan, perbedaan itu hal biasa karena metode penghitungannya berbeda.

"Perbedaan metodologi sangat memungkinkan terjadi perbedaan. Hanya saja, secara empirik ketika ada kesepakatan-kesepakatan yang lebih luas lagi terutama berkaitan dengan hilal di atas ufuk. Itu memang masih berada di bawah standar yang disepakati yaitu dua derajat di atas ufuk. Tetapi pemerintah memiliki otoritas dan legalitas untuk menentukan," ujar Kyai Muhaimin.

Kyai Muhaimin menyayangkan perbedaan itu sering dibawa ke ranah politik. Kyai yang juga aktif sebagai koordinator Forum Kerukunan Umat Beragama (FPUB) ini berpendapat, perbedaan itu sebenarnya indah. Yang penting diupayakan adalah bagaimana umat beragama siap dengan perbedaan itu.

"Masing-masing organisasi mestinya menyiapkan ummatnya untuk siap berbeda. Nyatanya di Jawa Timur ketika Muhammadiyah ber-Idul Fitri yang menjaga Banser NU yang masih puasa tidak masalah, bukan? Kalau saya, selalu berpedoman pada pemerintah karena pemerintah punya legalitas dan otoritas," tambah Kyai Muhaimin.

Kyai Muhaimin bersama warga Nahdlatul Ulama di Yogyakarta beserta warga Muslim lainnya baru akan melaksanakan sholat Idul Fitri 1432 Hijriah pada hari Rabu pagi.