Para menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara, Rabu (4/8), memilih Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Erywan Yusof sebagai utusan khusus mereka untuk Myanmar, sebuah terobosan baru setelah berbulan-bulan penundaan dalam usaha ASEAN mengakhiri krisis yang semakin dalam di Myanmar.
Dalam pernyataan bersama setelah pertemuan tahunan mereka, para menteri luar negeri ASEAN mengatakan bahwa Erywan akan memulai pekerjaannya di Myanmar untuk “membangun kepercayaan dan keyakinan dengan akses penuh ke semua pihak terkait”.
Blok 10 negara itu berada di bawah tekanan internasional yang meningkat untuk bertindak mengatasi kekerasan dan ketidakstabilan di Myanmar, anggota ASEAN yang mengalami kudeta militer Februari lalu yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
BACA JUGA: Indonesia Desak ASEAN Segera Tunjuk Utusan Khusus untuk MyanmarPara menteri itu menegaskan kembali keprihatinan mereka terhadap apa yang terjadi di Myanmar, termasuk mengenai jatuhnya korban jiwa dan kekerasan. Tapi para menteri itu tidak menyerukan pembebasan para tahanan politik, melainkan hanya mengatakan bahwa mereka mendengarkan seruan-seruan untuk membebaskan para tahanan politik – sebuah sikap yang mencerminkan kepekaan masalah ini.
Kelompok regional itu terikat oleh kebijakan dasar nonintervensi dalam urusan dalam negeri negara-negara anggotanya. Keputusan yang dikeluarkan blok itu harus merupakan hasil konsensus bersama. Jika ada negara anggota yang menolak, proposal apapun tidak boleh direalisasikan.
Erywan termasuk di antara setidaknya empat kandidat yang diusulkan oleh kelompok itu, meski Myanmar diyakini lebih memilih mantan diplomat Thailand. Keputusan Myanmar untuk menyerah pada tuntutan kelompok itu menunjukkan bahwa penguasa militer Myanmar masih mengandalkan dukungan ASEAN sewaktu menghadapi kecaman internasional.
Seorang diplomat ASEAN mengatakan para menteri luar negeri itu sebetulnya telah memilih Erywan pada pertemuan mereka Senin lalu tetapi tidak dapat mengumumkannya karena Myanmar belum menyetujuinya.
Para menteri melangsungkan sidang lagi, Rabu pagi, dan akhirnya berhasil membujuk pemerintah militer Myanmar, kata diplomat yang berbicara kepada Associated Press dengan syarat namanya dirahasiakan karena tidak memiliki wewenang untuk berbicara ke publik.
Meski utusan khusus untuk Myanmar telah ditunjuk, masih belum pasti apakah dan kapan para pemimpin militer Myanmar akan mengizinkan akses ke Suu Kyi, yang telah ditahan bersama para pemimpin politik lainnya dan diadili atas sejumlah tuduhan, kata para diplomat.
BACA JUGA: PBB Serukan Jenderal Myanmar DitahanMenurut penghitungan Asosiasi Bantuan Independen untuk Tahanan Politik, lebih dari 900 orang tewas akibat tindakan pihak berwenang di Myanmar sejak kudeta Februari lalu, dan kebanyakan korban tewas terjadi dalam aksi-aksi protes antipemerintah. Korban juga meningkat di kalangan militer dan polisi karena perlawanan bersenjata tumbuh baik di kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan.
Masalah Myanmar semakin memburuk karena melonjaknya kasus virus corona yang melumpuhkan sistem layanan kesehatannya.
Para pemimpin ASEAN telah menyerukan diakhirinya kekerasan dan dimulainya dialog antarpihak yang akan dimediasi oleh utusan ASEAN. Pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing telah menegaskan janjinya untuk mengadakan pemilihan umum baru dalam dua tahun dan bekerja sama dengan ASEAN untuk mencari solusi politik. [ab/uh]