Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus hari Senin (24/1) memperingatkan kondisi tetap kondusif untuk varian virus corona lain muncul, serta sekaligus menegaskan adalah "berbahaya" untuk berasumsi bahwa "kita sudah berada di akhir masa pandemi."
Tedros juga menambahkan bahwa fase akut pandemi itu masih dapat berakhir tahun ini – jika beberapa target utama terpenuhi. Kepala WHO itu memaparkan serangkaian pencapaian dan perhatian dalam kesehatan global atas isu-isu seperti mengurangi penggunaan tembakau, memerangi resistensi terhadap perawatan anti-mikroba, dan risiko perubahan iklim pada kesehatan manusia.
Namun, Tedros menekankan bahwa mengakhiri "fase akut" pandemi harus tetap menjadi prioritas kolektif.
BACA JUGA: Kematian akibat COVID di AS Tembus 865 Ribu, CDC Kembali Dorong Vaksinasi
Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Rabu (19/1) lalu menyatakan mengakhiri pembatasan COVID-19 termasuk mandat masker di tempat-tempat umum dan sekolah-sekolah dan paspor vaksin untuk acara-acara besar di Inggris. Langkah-langkah itu telah diperkenalkan untuk memperlambat penyebaran varian virus omicron yang sangat menular.
“Ilmuwan kita yakin bahwa kemungkinan gelombang omicron sekarang telah mencapai puncaknya secara nasional ... karena kampanye booster besar-besaran," ujar Johnson, dan menambahkan bahwa pembatasan juga telah memperlambat penyebaran.
Beberapa ilmuwan Inggris tidak setuju dengan langkah tersebut. "Menghapus tindakan pembatasan dalam rangka menghadapi tingkat infeksi yang sangat tinggi berisiko," kata pakar virus Universitas Warwick, Lawrence Young.
Peringatan senada datang dari kepala WHO yang bersikeras menegaskan “kita dapat mengakhiri COVID-19 sebagai darurat kesehatan global, dan dapat melakukannya tahun ini,” dengan mencapai target WHO untuk memvaksinasi 70% penduduk di setiap negara pada pertengahan tahun 2022, berfokus pada mereka yang berisiko tertinggi COVID-19, dan meningkatkan angka pengetesan dan pelacakan kontak yang terinfeksi virus corona dan lebih dekat mengamati varian baru yang muncul.
“Memang benar bahwa kita akan hidup bersama COVID di masa mendatang. Tetapi belajar hidup dengan COVID tidak berarti kita dapat menerima hampir 50.000 kematian dalam seminggu dari penyakit yang dapat dicegah dan diobati,” tambah Tedros.
Sejak awal pandemi, sejumlah pejabat kesehatan masyarakat telah menyatakan harapan untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap COVID-19, jika persentase orang yang divaksinasi cukup tinggi atau terinfeksi virus corona.
Harapan itu memudar ketika virus corona bermutasi menjadi varian baru secara berurutan selama setahun terakhir, menginfeksi kembali beberapa dari mereka yang divaksinasi atau sebelumnya telah terinfeksi COVID-19.
BACA JUGA: Kasus Omicron Melonjak, Pemerintah Belum Akan Terapkan LockdownPakar penyakit mencatat penularan Omicron didorong dengan fakta bahwa varian itu lebih menular daripada pendahulunya dalam menginfeksi mereka yang telah divaksinasi atau terinfeksi sebelumnya. Itu membuktikan virus corona akan terus menemukan cara untuk menembus pertahanan kekebalan tubuh, kata sejumlah pakar.
“Itulah mengapa sangat sulit untuk menentukan seberapa dekat kita mencapai kekebalan kelompok saat ini karena tidak mengetahui seberapa rentan orang-orang itu," kata Erin Mordecai, profesor biologi di Universitas Stanford.
Pakar kesehatan global memperkirakan virus corona pada akhirnya akan menjadi endemik yang beredar terus-menerus dalam komunitas penduduk dan menyebabkan lonjakan sporadis. Munculnya Omicron, bagaimanapun, telah menimbulkan pertanyaan tentang kapan kemungkinan itu akan terjadi.
Your browser doesn’t support HTML5
Secara gamblang, Tedros juga mengimbau untuk memperkuat WHO dan meningkatkan pendanaan guna membantu mencegah krisis kesehatan global.
“Saya tegaskan: Jika model pendanaan saat ini terus berlanjut, WHO sedang mengarah pada kegagalan,” Tedros menjelaskan. [mg/jm]