Pengacara Tom Lembong Ari Yusuf Amir menyampaikan hal tersebut di hadapan Ketua Majelis Hakim dalam sidang perdana pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11).
“Bahwa alasan pokok diajukannya permohonan pra peradilan ini adalah didasarkan pada telah terjadinya kesewenang-wenangan (abuse of power) dan pelanggaran hukum acara pidana yang dilakukan termohon (Kejaksaan Agung) dalam proses penetapan tersangka dan penahanan Thomas Trikasih (Lembong),” ungkap Ari.
Dalam persidangan tersebut Ari menyebut setidaknya ada lima kesalahan Kejagung dalam menetapkan Tom sebagai tersangka. Pertama, katanya, kliennya tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasehat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka, dan diperiksa untuk pertama kali.
Kedua, lanjutnya, penetapan tersangka kepada Tom tidak didasarkan pada dua alat bukti minimal sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 KUHAP. Ketiga, katanya, alasan yuridis bahwa penetapan tersangka Tom oleh Kejagung dilakukan secara sewenang-wenang atau tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Keempat, ujarnya, Tom sudah tidak lagi menjabat sebagai menteri perdagangan sejak 27 Juli 2016 sehingga menteri perdagangan lain juga harus diperiksa dalam perkara ini.
Alasan kelima? “Penahanan PEMOHON (Tom Lembong) tidak sah, oleh karena tidak didasarkan pada alasan yang sah menurut hukum, dengan kata lain penahanan PEMOHON oleh TERMOHON (Kejaksaan Agung) tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan,” jelas Ari.
Tim kuasa hukum Tom Lembong lainnya, Dodi Abdul Kadir, menyoroti bukti permulaan yang tidak memadai.
“Mengenai dua alat bukti itu adalah satu norma yang sudah diatur di dalam KUHAP di dalam penyidik menetapkan seseorang menjadi tersangka. Jadi ketentuan tersebut karena merupakan suatu kewajiban yang mandatory yang harus dipenuhi sebelum seseorang ditetapkan menjadi tersangka,” jelas Dodi.
Menurutnya, sampai sejauh ini tim kuasa hukum Tom belum melihat adanya bukti yang merujuk pada kerugian negara yang merupakan unsur terpenting di dalam tindak pidana korupsi sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Bahwa kerugian negara pasca putusan MK harus merupakan kerugian negara yang aktual, terukur dan sudah memenuhi mengenai ketentuan penghitungan kerugian negara sebagaimana diatur UU yaitu BPK sebagai pihak yang berwenang menetapkan adanya kerugian negara. Sampai saat ini, kami penasihat hukum belum melihat mengenai adanya bukti yang menunjukkan ada kerugian negara,” jelasnya.
Sidang praperadilan tersebut sedianya akan berlangsung selama tujuh hari ke depan. Masing-masing pihak , yakni Tim Kuasa Hukum Tom Lembong dan Kejaksaan Agung, akan menghadirkan bukti berupa keterangan ahli dan saksi dalam sidang selanjutnya.
Ari, dalam kesempatan ini menyebut pihaknya akan menghadirkan beberapa orang yang terdiri dari ahli dan saksi, termasuk ahli perdagangan gula, ahli hukum administrasi serta ahli keuangan negara di dalam sidang nanti. Ari juga akan meminta izin kepada Kejagung untuk menghadirkan Tom dalam sidang pra peradilan ini.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kami meminta Pak Tom Lembong hadir dalam persidangan, tapi kita diminta untuk koordinasi dengan pihak kejaksaan. Hari ini juga kami akan membuat surat kepada pihak kejaksaan, dan kita tunggu kejaksaan mengizinkan untuk dihadirkan Tom Lembong dalam persidangan, ini penting sekali karena beliau yang mengetahui langsung pada waktu proses dia diperiksa. Waktu itu kita semua tidak ada, yang hadir hanya Pak Tom Lembong sendirian,” jelasnya.
Berdasarkan keterangan kliennya, Ari mengaku bahwa Tom Lembong sempat terpukul dengan penetapan tersangka di kasus dugaan korupsi impor gula tersebut.
“Pada waktu itu, peristiwanya itu Tom lembong itu diperiksa sebagai saksi, sampai sore diperiksa, lalu disetop sekian jam tidak ada kegiatan, didiamkan, lalu dipanggil lagi malamnya karena masih nunggu di sana, tidak boleh kemana-mana. Lalu dikatakan bahwa dia menjadi tersangka dan dia akan ditahan. Tentunya mentalnya down pada waktu itu, dan sudah langsung disodorkan penasihat hukum sehingga tidak sempat lagi berpikir dan tidak dikasih kesempatan untuk menghubungi keluarga, maupun penasihat hukumnya. Ini melanggar KUHAP,” tegas Ari.
Sebelumnya, kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016 tidak hanya menyeret Tom namun juga mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus. Kejagung mengungkapkan kasus dugaan korupsi tersebut setidaknya merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
Tom ditetapkan sebagai tersangka karena telah memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) 105 ribu ton kepada PT AP untuk mengolah GKM menjadi gula kristal putih (GKP). Padahal pada saat itu, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian pada 2015 menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga impor tidak dibutuhkan.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meminta pihak Kejaksaan Agung untuk melakukan pemeriksaan terhadap semua kasus impor pangan.
Dalam keterangan tertulisnya kepada VOA, ia menjelaskan bahwa kekacauan kasus impor pangan tidak hanya terjadi pada gula. Menurutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tentang pengelolaan tata niaga impor pangan dari 2015 hingga semester-I 2017 yakni periode menteri perdagangan Rachmat Gobel, Tom Lembong hingga Enggartiasto Lukita, telah ditemukan 11 kesalahan kebijakan impor pada lima komoditas --- beras, gula, garam, kedelai, sapi dan daging sapi.
Ia menjelaskan kesalahan tersebut terbagi menjadi empat besar, yakni impor tidak diputuskan di rapat di Kemenko Perekonomian; impor tanpa persetujuan Kementerian Pertanian; impor tak didukung data kebutuhan dan persyaratan dokumen; dan pemasukan impor melebihi tenggat yang ditentukan.
“Jadi, acak-adut impor itu tidak hanya terjadi pada gula, tapi juga komoditas lainnya. Juga, acak-adut impor potensial tidak hanya terjadi pada saat Tom Lembong menjabat sebagai menteri perdagangan. Oleh karena itu, agar tidak memunculkan syak wasangka buruk, sebaiknya Kejagung memeriksa semua kasus yang memang potensial merugikan negara. Hanya dengan cara demikian, Kejagung akan terbebas dari tuduhan tebang pilih. Kita dukung Kejagung untuk membersihkan semua aparat, pejabat, dan para pihak yang menjadi pencoleng dengan kedok impor,” pungkasnya.
Menanggapi tudingan tim kuasa hukum Tom Lembong, Kejagung membantah penetapan status tersangka Tom Lembong sebagai bentuk abuse of power.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan proses penetapan tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
"Di mananya abuse of power? Penetapan tersangkanya sudah sesuai hukum acara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," ujarnya kepada wartawan, Senin (18/11).
Ia mengatakan penyidik akan menjelaskan seluruh proses penyelidikan hingga penetapan tersangka terhadap Tom Lembong dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang masih akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan. [gi/ab]