Dokter-dokter Kuba Bangga Pertaruhkan Nyawa dalam Misi Hentikan Ebola

Sekelompok dokter Kuba dalam pelatihan di klinik kesehatan untuk orang miskin di Brasilia, Brazil. (Foto: Dok)

Meski ada kekhawatiran global mengenai wabah Ebola terburuk yang akan tercatat, para dokter Kuba bersemangat untuk pergi ke Afrika Barat dan mulai mengobati orang sakit.

Dokter-dokter dan para perawat asal Kuba yang pergi ke Afrika Barat untuk melawan Ebola menganggap diri mereka beruntung. Di antara 15.000 yang mengajukan diri, mereka termasuk dari hanya 256 yang terpilih untuk pekerjaan itu.

Meski ada kekhawatiran global mengenai wabah Ebola terburuk yang akan tercatat, para dokter Kuba bersemangat untuk pergi ke Afrika Barat dan mulai mengobati orang sakit.

Disebut "pasukan berjas putih" dan mengutip sejarah panjang misi medis Kuba di Afrika dan negara lain, mereka berbicara mengenai rasa tanggung jawab dan kemauan untuk menghadapi risiko.

"Kami mengeri kami melawan sesuatu yang tidak sepenuhnya kami pahami. Kami tahu apa yang dapat terjadi. Kami tahu kami akan berada di lingkungan yang ganas," ujar Leonardo Fernandez, 63. "Tapi itu tugas kami. Kami dididik seperti itu."

Virus Ebola telah menewaskan lebih dari 4.500 orang sejak Maret, sebagian besar di Sierra Leone, Guinea dan Liberia. Jumlah itu termasuk lebih dari 200 petugas kesehatan.

Sekitar 165 dokter dan perawat Kuba telah tiba di Sierra Leone dan 91 lagi terbang Selasa (21/10) untuk misi enam bulan, dengan 53 menuju Liberia dan 38 untuk Guinea.

Sebanyak 205 profesional bidang medis lain telah melalui kursus pelatihan tiga minggu di Kuba, dengan praktik ekstensif menggunakan pakaian pelindung, tapi belum menerima penugasan Ebola.

Hal ini merupakan contoh terbaru dari diplomasi medis Kuba. Pulau Karibia itu telah mengirimkan brigade medis ke daerah-daerah bencana di seluruh dunia sejak revolusi 1959 yang membawa Fidel Castro ke puncak kekuasaan.

Pemerintah komunis membuat 11 dari dokter yang pergi ke Afrika Barat ini dapat berbicara dengan wartawan. Mereka semua sebelumnya telah menjalani misi luar negeri, dan mereka menunjukkan rasa bangga akan misinya, mengatakan keluarga mereka mendukung.

Belum ada obat manjur untuk Ebola, dan sekitar setengah dari mereka yang terkena virus itu meninggal.

Beberapa dari dokter itu mengulangi slogan budaya medis Kuba: "Kami tidak menawarkan apa yang tersisa. Kami membagi apa yang kami punya."

"Dari bagian kecil yang kami miliki, ketika orang membutuhkannya, kami mau membaginya. Itu konsep dasar," ujar Fernandez.

Ketika pemberontak pimpinan Castro berkuasa pada 1959, Kuba memiliki 6.000 dokter, dan setengah dari mereka segera meninggalkan negara itu. Dengan bantuan ekonomi dari Uni Soviet, Kuba membangun sistem perawatan kesehatan yang membuat iri negara-negara berkembang lain, meski beberapa kemajuan dari mereka hilang sejak blok komunis jatuh.

Banyak rumah sakit Kuba hancur dan rakyat Kuba mengatakan mereka sulit mendapatkan perjanjian dengan dokter atau mendapat pengobatan.

Dengan 83.000 dokter saat ini, Kuba mengatakan memiliki 7,2 dokter umum per 1.000 orang, salah satu tingkat tertinggi di dunia. Namun dengan sekitar 25.000 dokter bekerja di luar negeri, rasio itu menurun menjadi sekitar 4,6, bahkan ketika menghitung 5.500 orang yang baru lulus dari sekolah kedokteran, menurut Menteri Kesehatan Roberto Morales.

Meski Kuba mengirimkan dokter dan perawat untuk bantuan bencana tanpa biaya, mereka menukar jasa mereka dengan uang atau barang untuk misi-misi yang lebih rutin. Negara pulau itu menerima sekitar 100.000 barel minyak per hari dari Venezuela, tempat sekitar 30.000 profesional medis dari Kuba ditempatkan.

Secara keseluruhan, ada lebih dari 50.000 pekerja kesehatan Kuba di 66 negara.

Mereka yang direkrut untuk misi Ebola menjalani pelatihan di Lembaga Pengobatan Tropis Pedro Kouri di pinggiran kota Havana, tempat para pelatih membangun tenda-tenda rumah sakit sebagai simulasi kondisi di Afrika Barat.

Jika ada yang terinfeksi Ebola di Afrika Barat, para dokter dan perawat itu akan dirawat di sebuah situs khusus untuk pekerja bantuan internasional sampai mereka sembuh atau meninggal, menurut Jorge Perez, direktur lembaga Pedro Kouri.

Semuanya akan ditahan untuk sedikitnya 21 hari untuk observasi di rumah sakit sebelum kembali ke Kuba, hal yang sama yang dilakukan terhadap semua pengunjung yang datang ke negara itu dari negara-negara yang terdampak.

Meski ada risiko dan ketidaknyamanan, Ivan Rodriguez, 50, mengatakan keluarganya mendukung dan bangga.

"Saya akan merasa kecewa dan sedih jika mereka takut saya mengambil langkah ini," ujar Rodriguez.

"Saat ini ada 15.000 tenaga sukarela. Saya yakin akan ada 15.000 lagi." (Reuters)