DPR Amerika Serikat, pada Rabu (6/3) sore, meloloskan paket rancangan undang-undang Anggaran bernilai US$460 miliar yang akan membuat sejumlah lembaga federal utama dapat terus beroperasi selama sisa tahun anggaran ini. Senat diperkirakan akan membahas dan meloloskan paket tersebut sebelum tenggat berakhirnya anggaran pemerintah pada Jumat (8/3) tengah malam.
Anggota-anggota DPR sedang merundingkan paket kedua yang terdiri dari enam rancangan undang-undang, termasuk sektor pertahanan, dalam upaya agar semua lembaga federal dapat didanai sepenuhnya sebelum tenggat waktu 22 Maret. Pada akhirnya, total “discretionary spending” – atau anggaran yang secara resmi disetujui oleh Kongres dan Presiden selama proses pengalokasian setiap tahun – diperkirakan akan mencapai sekitar $1,66 triliun untuk satu tahun penuh.
Sejumlah besar anggota DPR dari Partai Republik menentang paket-paket pengeluaran tersebut, sehingga memaksa Ketua DPR Mike Johnson menggunakan proses yang dipercepat lewat pemungutan suara. Proses tersebut membutuhkan dukungan dua per tiga anggota DPR agar RUU tersebut dapat disahkan.
BACA JUGA: Pemimpin Kongres Keluarkan 6 RUU Pengeluaran untuk Hindari Penutupan Sebagian Kegiatan Pemerintah ASDPR meloloskan RUU Anggaran itu dengan suara 339 banding 85.
Pemangkasan anggaran
Anggaran untuk pengeluaran non-pertahanan dalam anggaran tahun ini relatif datar dibandingkan tahun sebelumnya. Para pendukung paket itu mengatakan mempertahankan pengeluaran tersebut di bawah tingkat inflasi sama saja dengan pemotongan, sehingga memaksa lembaga-lembaga untuk lebih berhemat dan memfokuskan sumber daya manusia yang ada pada prioritas utama saja. Johnson mengatakan pemotongan anggaran di Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) mencapai 10%, pemotongan anggaran di Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Bahan Peledak (ATF) mencapai 7%, sementara pemotongan anggaran Biro Penyidik Federal (FBI) mencapai 6%.
Namun, banyak anggota Kongres dari Partai Republik yang menginginkan pemotongan yang lebih besar dan lebih banyak kebijakan yang dihasilkan. The House Freedom Caucus (Kaukus Kebebasan DPR), yang terdiri dari puluhan anggota Partai Republik yang paling konservatif, mendesak para anggota-anggota partai itu untuk menentang paket pengeluaran pertama, dan menentang paket pengeluaran kedua yang tengah dinegosiasikan.
“Meskipun memberikan tingkat anggaran pengeluaran yang lebih tinggi kepada Partai Demokrat, teks omnibus yang dirilis sejauh ini menabrak hampir semua prioritas kebijakan Partai Republik,” ujar kelompok itu.
Johnson membalas dengan mengatakan Partai Republik hanya memiliki mayoritas dua suara di DPR sementara Partai Demokrat menguasai Senat dan Gedung Putih.
“Kita harus realistis mengenai apa yang dapat kita capai,” kata Johnson.
Pencegahan kebijakan konservatif
Partai Demokrat berhasil mencegah sebagian besar kebijakan yang ingin dimasukkan oleh Partai Republik ke dalam paket tersebut. Sebagai contoh, Partai Demokrat berhasil menggagalkan upaya untuk memblokir aturan baru yang memperluas akses publik pada pil aborsi mifepristone.
BACA JUGA: Ketua DPR AS Kecam Biden soal Kebijakan PerbatasanPartai Demokrat juga mengatakan RUU itu akan mendanai sepenuhnya program nutrisi untuk perempuan, bayi, dan anak-anak berpenghasilan rendah (WIC), dengan menyediakan anggaran sekitar $7 miliar. Jumlah tersebut meningkat $1 miliar dari jumlah sebelumnya.
Sebagai bagian dari negosiasi tersebut, Partai Republik mendorong agar beberapa negara bagian dapat melarang pembelian makanan yang tidak bergizi, seperti minuman manis dan makanan ringan, dalam program kupon makanan yang dikenal sebagai SNAP.
Upaya Partai Republik untuk saat ini tidak berhasil, tetapi para pendukungnya mengatakan mereka akan mencoba lagi dalam rancangan anggaran belanja tahun depan.
"RUU ini tentu saja tidak mencakup semua hal yang kami inginkan, tetapi saya sangat bangga mengatakan bahwa kami berhasil mengalahkan sebagian besar pemotongan ekstrem dan ratusan kebijakan berbahaya yang diusulkan oleh Partai Republik di DPR," kata anggota DPR dari Partai Demokrat, Rosa DeLauro. Ia menduduki posisi tertinggi di Komite Alokasi DPR. [em/jm]