Komisi III yang membidangi persoalan hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan gencar meminta jawaban dari Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jhoni Ginting mengenai kemudahan-kemudahan yang diperoleh terpidana sekaligus buronan kasus korupsi Djoko Tjandra, untuk memperoleh paspor Indonesia. Apalagi dia sudah berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Papua Nugini.
Dalam rapat dengar pendapat digelar di gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (13/7), anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mempertanyakan bagaimana Kantor Imigrasi Jakarta Utara bisa mengeluarkan paspor untuk Djoko Tjandra yang sudah menjadi warga negara asing, yakni Papua Nugini.
"Di mana letak proses kehati-hatian yang dilakukan oleh jajaran imigrasi sebelum mengeluarkan paspor pada orang yang seluruh Indonesia tahu bahwa dia WNA, dia seorang buronan, terpidana yang putusan pidananya sudah berkekuatan hukum tetap."
Your browser doesn’t support HTML5
Arsul meminta Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting memberikan jawaban jujur dan terbuka tentang kekeliruan atau kelalaian yang terjadi. Dia juga mempertanyakan apakah ketika Djoko Tjandra berstatus terpidana datang mengurus paspor, pihak imigrasi melaporkan ke polisi atau Kejaksaan Agung, atau tidak sama sekali. Juga soal apakah pihak imigrasi sudah melaporkan Djoko Tjandra ke polisi karena memberikan keterangan palsu saat membikin paspor.
Anggota Komisi III DPR Paparkan Kronologi Keluar Masuknya Djoko Tjandra
Anggota Komisi III lainnya, Benny Kabur Harman, mengatakan tidak terdeteksinya Djoko Tjandra saat masuk dan keluar lagi dari Indonesia merupakan sebuah skenario. Hal ini terlihat jelas dari korespondensi antar lembaga terkait, yakni Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Direktorat Jenderal Imigrasi. "Jelas sekali kronologi ini adalah sebuah skenario supaya Pak Djoko (Djoko Tjandra) bisa masuk dengan aman, lolos dengan aman, dan juga meninggalkan Indonesia dengan aman," ujar Benny.
Benny menjelaskan kronologi itu dimulai dari Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Republik Indonesia pada 5 Mei 2020 mengirim surat mengenai penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar buronan Interpol.
Kemudian pada 13 Mei 2020, nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar pencarian orang di Sistem Manajemen Keimigrasian. Lalu pada 27 Juni 2020, ada permintaan dari Kejaksaan Agung untuk memasukkan nama Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang. Lantas pada 3 Juli 2020, Kejaksaan Agung berkirim surat lagi meminta pihak imigrasi mencegah Djoko Tjandra ke luar negeri.
BACA JUGA: Kasus Buronan Djoko Tjandra, Menkopolhukam Panggil 4 InstitusiSurat dari Kejaksaan Agung itu ditindaklanjuti oleh Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting dengan menyebarluaskan ke semua pos pemeriksaan imigrasi agar mencegah Djoko Tjandra ke luar negeri.
Semula Benny mengira Djoko Tjandra masuk ke Indonesia melalui jalan tikus. Namun berdasarkan dokumen korespondensi yang ada, politikus Partai Demokrat itu meyakini pemerintah yang justru membuka jalan bagi Djoko Tjandra untuk masuk ke Indonesia. Apalagi beberapa tahun lalu Presiden Joko Widodo sempat mengundang adik Djoko Tjandra dalam sebuah pertemuan.
Benny menyarankan Jhoni Ginting mundur saja dari posisi Direktur Jenderal Imigrasi ketimbang menyampaikan kebohongan kepada publik mengenai keluar masuknya Djoko Tjandra tanpa diketahui.
Dirjen Imigrasi Tak Banyak Jawab Pertanyaan Soal Djoko Tjandra
Ketika ditanya Benny apakah mengetahui kalau Djoko Tjandra yang warga negara Papua Nugini memiliki paspor Indonesia, Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting hanya menganggukkan kepala tanpa menjawab.
Waktu ditanya lagi apakah Djoko Tjandra masih berada di Indonesia, Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting mengaku tidak mengetahui mengenai hal tersebut. "Kami tidak tahu Pak. Karena paspor yang dikeluarkan (atas nama Djoko Tjandra) dikembalikan, nggak dicap keluar. Kami tarik, melalui pengacara dikirim dan ini nggak dicap. Berarti dia nggak (terdeteksi) di perlintasan formal kami," ujar Jhoni seraya menunjukkan paspor Djoko Tjandra yang sudah berada di tangan imigrasi.
BACA JUGA: Papua Nugini Siap Bantu Pemulangan Buron Korupsi Djoko TjandraAnggota Komisi III Taufik Basari menegaskan kasus Djoko Tjandra ini adalah sebuah aib. Menurutnya semua lembaga terkait mesti merasa kalau karena dapat dipermainkan oleh satu orang bernama Djoko Tjandra.
Taufik meminta Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting berupaya keras mencari tahu keberadaan Djoko Tjandra, karena menurutnya ada jaringan atau mafia hukum yang turut membantu Djoko Tjandra keluar masuk ke Indonesia, bahkan hingga memperoleh paspor.
Selain mendapat paspor Indonesia dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 23 Juni 2020, Djoko Tjandra juga berhasil mendapatkan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik di Kelurahan Grogol Selatan.
Mendagri Nilai Petugas Yang Keluarkan e-KTP Untuk Djoko Tjandra Tidak Bersalah
Menurut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, jika melihat aturan yang berlaku, petugas yang mencetak KTP elektronik milik Djoko Tjandra tidak salah. Sebab, lanjutnya, pihak Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri selama ini tidak mendapatkan surat pemberitahuan resmi dari pihak aparat penegak hukum terkait status Djoko yang menjadi salah satu buronan pemerintah.
Djoko Tjandra diketahui berada di Indonesia setelah pihaknya pada 8 Juni 2020 mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas kasus korupsi melibatkan dirinya.
Mahkamah Agung pada Juni 2009 telah menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 15 juta terhadap Djoko Tjandra, terdakwa dalam kasus pengalihan tagihan piutang [cessie] Bank Bali. Di samping itu, Mahkamah Agung memerintahkan agar uang milik Djoko Tjandra sebesar Rp 546 miliar di Bank Bali dirampas untuk negara.
Sehari sebelum putusan Mahkamah Agung keluar, Djoko Tjandra kabur dari Indonesia menggunakan pesawat carteran dan terbang menuju Ibu Kota Port Moresby, Papua Nugini. Pada 2012, dikabarkan Djoko Tjandra telah menjadi warga negara Papua Nugini. [fw/em]