DPR RI mengesahkan Undang-Undang Perjanjian Ekstradisi Bilateral dengan Singapura pada sidang paripurna yang digelar Kamis (15/12). Selain UU tersebut, parlemen juga meloloskan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Pemerintah telah lama mengharapkan UU Perjanjian Ekstradisi Bilateral dengan Singapura yang dapat membantu pihak berwenang mengadili orang-orang yang dituduh menyembunyikan miliaran dolar uang milik negara di Negeri Singa tersebut.
Perjanjian ekstradisi menjadi isu sensitif bagi Indonesia yang mengeluhkan sulitnya mengejar buronan yang dituduh menggelapkan uang dalam jumlah besar selama krisis keuangan menghantam Asia pada 1997-1998.
BACA JUGA: DPR, Pemerintah Setuju Bawa RUU Ekstradisi Buronan ke Rapat Paripurna
Di bawah perjanjian ekstradisi, yang ditandatangani oleh para pemimpin negara pada bulan Januari, orang yang telah melakukan 31 jenis kejahatan akan dapat diekstradisi dan akan berlaku untuk pelanggaran yang dilakukan hingga 18 tahun yang lalu.
Kesepakatan itu juga berarti bahwa orang tidak akan dapat melarikan diri dari tindak pidana dengan mengubah kewarganegaraan mereka.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. (Foto: AFP)
Berbicara setelah persetujuan DPR, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengatakan bahwa UU tersebut "akan memberikan kepastian hukum bagi kedua negara dalam proses ekstradisi buronan."
Singapura mengatakan perjanjian itu "juga akan membantu upaya Indonesia sendiri untuk mencegah tersangka penjahat melarikan diri ke luar negeri, dan agar mereka ditangkap di Indonesia."
Pemerintah telah membentuk gugus tugas "BLBI" yang mengejar $8 miliar dana talangan yang diberikan Jakarta kepada pemilik bank dan peminjam setelah krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an. Mereka mangkir dalam melunasi utang-utang tersebut.
BACA JUGA: KSSK: Perbaikan Ekonomi Domestik Berlanjut, Stabilitas Keuangan Kuat
Pemerintah sejak lama ingin mengesahkan UU tersebut.
Pada tahun 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengawasi penandatanganan perjanjian ekstradisi dan perjanjian kerja sama pertahanan. Namun, DPR tidak pernah meratifikasi perjanjian tersebut.
UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Sementara itu, DPR juga mengesahkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Aturan tersebut akan memperluas mandat bank sentral untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan juga memformalkan operasi monetisasi utangnya.
UU PPSK terlihat membuka pintu bagi mantan politisi untuk memimpin Bank Indonesia (BI), meningkatkan kekhawatiran tentang independensinya.
RUU tersebut terdiri lebih dari 500 halaman. Para anggota parlemen mengatakan RUU itu bermaksud memperbarui peraturan untuk mengatasi tantangan di era digital, serta meningkatkan efisiensi sektor keuangan. [ah/rs]