Dua anggota DPRS AS bertemu dengan presiden terpilih Taiwan Lai Ching-te, Kamis (25/1) untuk menegaskan kembali dukungan Washington terhadap pulau dengan pemerintahan sendiri itu, yang diklaim China sebagai bagian dari wilayahnya.
Lai memenangkan pemilu pada 13 Januari meskipun ada peringatan dari Beijing bahwa dia akan membawa “perang dan kemunduran” bagi Taiwan. Kemenangan Lai mengamankan masa jabatan ketiga bagi Partai Progresif Demokratik yang menolak klaim China atas pulau tersebut.
Ami Bera, anggota Partai Demokrat dari California, dan Mario Diaz-Balart, Republikan dari Florida, tiba di Taipei pada hari Rabu (24/1) dalam peran mereka sebagai ketua bersama Kaukus Kongres Taiwan di DPR AS. Mereka diperkirakan akan berada di sana hingga Jumat.
“Di antara pesan-pesan utama yang kami sampaikan di sini hari ini… adalah bahwa dukungan Amerika Serikat terhadap Taiwan adalah tegas, nyata, dan 100 persen bipartisan,” kata Diaz-Balart dalam pertemuan dengan Lai.
Lai, yang saat ini masih menjabat wakil presiden Taiwan, berterima kasih kepada mereka karena menunjukkan dukungan melalui “tindakan nyata”.
“Kunjungan Anda pada momen penting ini sepenuhnya menunjukkan dukungan kuat AS terhadap Taiwan.”
Dia mengatakan dia berharap Kongres AS akan “terus mendukung Taiwan dalam memperkuat kemampuan pertahanan diri sehingga kita dapat bersama-sama menjaga perdamaian, stabilitas dan kemakmuran regional”.
Bera dan Diaz-Balart mewakili kelompok AS kedua yang tiba sejak pemilihan presiden Taiwan yang diawasi ketat.
Yang pertama adalah delegasi tidak resmi yang dikirim oleh Presiden Joe Biden untuk memberi selamat kepada Lai dua hari setelah pemungutan suara.
Namun kunjungan itu dibayangi oleh negara Pasifik Nauru yang tiba-tiba mengumumkan bahwa mereka beralih kesetiaan kepada Beijing, sehingga Taipei kini hanya memiliki 12 sekutu diplomatik.
Meskipun Amerika Serikat lebih mengakui Beijing dibandingkan Taiwan, Amerika Serikat adalah mitra utama Taiwan dan penyedia senjata utama.
Berbicara kepada Presiden Tsai Ing-wen setelah bertemu Lai, Diaz-Balart mengatakan ini adalah “masa yang penuh tantangan”.
“Kami melihat apa yang terjadi… dari Beijing, dan tingkat agresi mereka baik di sini, di selat ini, maupun di seluruh kawasan,” katanya. “Sebagai negara demokrasi, sebagai masyarakat yang percaya pada kebebasan, adalah kewajiban kita untuk mengatasi agresi ini.” [ab/uh]