Kedua calon presiden Afghanistan yang bersaing telah setuju untuk mengakhiri perselisihan pemilu mereka dan mulai mengupayakan sebuah pemerintah persatuan nasional.
Abdullah Abdullah dan Ashraf Ghani mengalami kebuntuan dalam pemeriksaan delapan juta surat suara hasil putaran kedua pemilu presiden. Sejauh ini hanya sebagian kecil surat suara yang telah diperiksa karena adanya tuduhan penyimpangan.
Setelah mengadakan pembicaraan hari kedua dengan Menlu Amerika John Kerry di Kabul, kedua calon hari Jumat menandatangani perjanjian yang mengatakan mereka akan bekerja sama untuk membentuk sebuah pemerintah persatuan setelah pemeriksaan surat-surat suara selesai.
Dalam penjelasan kepada pers didampingi Ghani dan Kerry hari Jumat (8/8), Abdullah mengatakan perjanjian itu adalah “langkah maju lainnya dalam memperkuat persatuan nasional, memperkuat hukum di negara itu dan membawa harapan bagi masa depan yang lebih baik bagi rakyat Afghanistan.
Ghani juga menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan Abdullah ke arah pemerintahan persatuan nasional, tapi rinciannya tidak diungkapkan hari Jumat.
Kerry mengatakan kedua calon sepakat untuk mematuhi hasil pemeriksaan itu dan menambahkan “salah seorang dari kedua calon akan menjadi presiden tapi bagaimanapun juga keduanya penting untuk masa depan Afghanistan”.
Menlu Kerry mengatakan kepada wartawan “pemeriksaan surat-surat suara itu bukan untuk menentukan siapa yang menang atau kalah” tapi untuk mencapai hasil yang kredibel yang menjadi hak rakyat Afghanistan.
Amerika ingin presiden Afghanistan yang baru menjabat sebelum akhir bulan ini, menjelang KTT NATO tanggal 4 September di Wales, Inggris, di mana peran masyarakat internasional di Afghanistan akan menjadi pusat pembicaraan utama.