Sutradara dan produser film terlarang Malaysia yang mengeksplorasi kehidupan setelah kematian, Rabu (17/1) didakwa menyinggung perasaan keagamaan orang lain dalam tuntutan pidana yang jarang terjadi terhadap pembuat film. Dakwaan itu sendiri dikecam oleh para kritikus sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi.
Mohamad Khairianwar Jailani, sutradara dan penulis naskah Mentega Terbang, dan produser Tan Meng Kheng mengaku “tidak bersalah karena tidak sengaja melukai perasaan keagamaan orang lain” melalui film independen berbiaya rendah tersebut. Jika terbukti bersalah, mereka bisa menghadapi hukuman satu tahun penjara, denda, atau keduanya.
Pengacara pembela N. Surendran mengatakan keduanya yakin tuduhan tersebut “tidak masuk akal dan inkonstitusional” karena melanggar hak kebebasan berekspresi mereka. “Sejauh yang kami ketahui, ini adalah tuduhan yang tidak berdasar dan kami akan mempersoalkan tuduhan tersebut di pengadilan,” katanya.
Film yang memulai debutnya di festival film regional pada tahun 2021 ini berkisah tentang seorang gadis muda Muslim yang menjelajahi agama lain untuk mencari tahu ke mana ibunya yang sakit akan pergi ketika dia meninggal. Adegan yang membuat marah umat Islam mencakup adegan yang menunjukkan gadis tersebut ingin makan daging babi, yang dilarang dalam Islam, dan berpura-pura minum air suci, dan ayahnya mendukung keinginannya untuk meninggalkan Islam. Hal ini juga memicu ancaman pembunuhan terhadap Khairianwar.
Film tersebut sempat ditayangkan sebentar di sebuah platform streaming Hong Kong tahun lalu sebelum ditarik. Kementerian Dalam Negeri melarang film tersebut pada September lalu tanpa memberikan alasan apa pun. Kedua pembuat film tersebut mengajukan gugatan menentang keputusan pemerintah sebelum mereka didakwa.
Ras dan agama merupakan isu sensitif di Malaysia. Etnis Melayu berjumlah dua per tiga dari 33 juta penduduk negara itu dan beragama Islam. Dalam Islam, murtad dianggap sebagai dosa.
Para kritikus mengatakan konservatisme agama telah meningkat di Malaysia, setelah aliansi Islam-Melayu yang berpengaruh meraih kemenangan besar dalam pemilihan umum pada November 2022.
Human Rights Watch menuduh pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengadili kedua pembuat film tersebut untuk mendapatkan dukungan politik dari masyarakat Melayu.
“Perbuatan politik yang kasar dan mengorbankan HAM adalah hal yang Anwar tuduh dilakukan oleh pemerintah sebelumnya ketika ia masih menjadi oposisi – namun sekarang ia dengan munafik mengubah sikapnya setelah mengambil alih kekuasaan, dan menggunakan sensor yang sama dan penganiayaan,” kata wakil direktur Asia kelompok tersebut, Phil Robertson.
“Pemerintah harus mengubah haluan, menjunjung tinggi prinsip HAM, segera mengarahkan jaksa untuk membatalkan tuduhan menggelikan dan melanggar HAM ini, dan mencabut larangan film Mentega Terbang,” katanya.
Pengadilan pada hari Rabu juga melarang kedua pembuat film tersebut membuat pernyataan tentang kasus tersebut selama persidangan dan memerintahkan mereka untuk melapor ke polisi setiap bulan.
Khairianwar mengatakan ini kemungkinan pertama kalinya seorang pembuat film didakwa secara pidana di negaranya.
“Saya kecewa jika ini adalah cara untuk membungkam para pendongeng dan khawatir hal ini akan membuat lebih banyak pendongeng berhenti menceritakan kisah mereka karena takut dituntut,” kata Khairianwar kepada portal berita online Free Malaysia Today sehari sebelum dia didakwa. [ab/uh]