Naila Novaranti, skydiver penerjun payung asal Indonesia telah menaklukkan tujuh benua di dunia, dan terjun dari lokasi-lokasi menantang seperti Antartika dan Gunung Everest. Kemahirannya sudah mendapat pengakuan internasional termasuk dari asosiasi parasut AS (USPA).
Naila juga seorang instruktur terjun payung bagi kalangan sipil dan militer Indonesia dan asing, dan kerap melatih siswanya di lokasi-lokasi terjun payung AS. Ia mengawali profesinya ketika para klien menggugah kemampuannya dan keamanan produk parasut yang dipasarkan perusahaan tempatnya bekerja.
“Setiap kali menawarkan barang pertanyaannya selalu sama, apa yang saya tahu mengenai produk ini, sedangkan saya sendiri bukan penerjun, bagaimana bisa mengetahui ini aman,” ungkapnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Penasaran, ketekunan dan tantangan juga mempersiapkan Naila menghadapi risiko pada cabang olahraga yang ekstrem bagi perempuan.
"Bersikap positif, jangan pernah menyerah, berwawasan luas. Latihan itu nomor satu, misalnya ada kejadian tidak terduga kan ada ground school, kita kembali ke basic. Mengikuti prosedur yang sudah kita tahu, mencoba sebaik mungkin, jadi itu yang harus kita jadikan dasar," tambahnya.
Atlet perempuan lainnya yang menekuni olahraga ekstrem adalah Rusmini (Minie) Sudjarwo, seorang binaragawati peraih CMO Asia Award 2019. Minie belakangan lebih aktif menjadi juri kompetisi binaraga nasional serta melatih kebugaran sejumlah selebriti Indonesia. Ia mengatakan beruntung sejak awal mendapat dukungan pada komptisi-kompetisi yang diikutinya.
"Kebetulan kalau dalam kompetisi itu kan sudah ada kelasnya perempuan sendiri dan laki-laki sendiri tidak ada diskriminasi, saling mendukung saling memotivasi," ujarnya.
Sebagai perempuan, Naila dan Minie memiliki keunggulan dalam membimbing dan mengarahkan siswanya.
Ardya Rifiantara adalah salah seorang dari banyak penerjun payung muda yang belajar pada Naila.
"Pendekatannya seperti teman, bukan sebagai pelatih dengan muridnya, karena pendekatan itu belajarnya senang yang luar biasanya sebagai pelatih malah sering mengatakan ayo sini latihan saya bayarin. Itukan luar biasa pelatih mana yang mau bayarin muridnya berlatih tinggal bawa badan, apalagi ini bukan olahraga yang murah," tukas Ardya.
Aloysius Harry Mukti kesulitan mencapai sasaran kebugaran yang diinginkannya, sampai mendapat bimbingan Minie. "Karena pelatih pribadinya perempuan, dia tidak terbiasa bermain beban yang berat, jadi kilogramnya tidak terlalu berat tapi main di repetisi (pengulangan) sehingga sesuai dengan tujuan saya, yaitu membentuk tubuh," tuturnya.
Lewat media sosial Naila dan Minie juga terus menggugah semangat perempuan untuk berolahraga. Prestasi kedua perempuan Indonesia ini tidak hanya tercatat secara nasional namun juga sudah diakui di dunia internasional dan diharapkan akan terus menginspirasi perempuan-perempuan lainnya di bidang-bidang yang sebelumnya dianggap mustahil dilakukan perempuan. [my/em]