Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat atau ECOWAS mengatakan ingin menciptakan pemerintahan transisi yang lebih berwawasan luas di Mali.
Para pemimpin Afrika Barat mengadakan pertemuan di Ouaga-dougou, Burkina-Faso dengan wakil-wakil beberapa partai politik Mali dan kelompok masyarakat madani lainnya, guna membahas cara memajukan Mali.
Namun banyak warga Mali skeptis atas pertemuan di luar Mali itu guna memutuskan masa depan negara itu. Wartawan VOA Nancy Palus melaporkan dari Biro Afrika Barat.
Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat atau ECOWAS mengatakan ingin menciptakan pemerintahan transisi yang lebih berwawasan luas di Mali, meskipun belum jelas apakah ini berarti para pejabat yang sekarang akan diganti.
Perdana Menteri Sementara Mali, Cheikh Modibo Diarra, tidak menghadiri pertemuan hari Sabtu tersebut. Demikian pula dengan Presiden Sementara Mali Dioncounda Traore, yang masih dirawat di Perancis setelah diserang oleh para pendukung tentara yang mengambilalih kekuasaan dalam kudeta akhir Maret lalu.
Banyak warga Mali mengatakan ini bukan saat yang tepat untuk mengganggu pemerintahan transisi yang sedang menghadapi tantangan ganda yaitu menyelenggarakan pemilu dan mengontrol sebagian besar Mali Utara, yang diambil alih oleh gerilyawan Tuareg dan militan Islam beberapa saat setelah kudeta.
Adama Diakite adalah presiden Organisasi Forum Masyarakat Madani Mali, salah satu kelompok yang tidak diundang dalam KTT hari Sabtu ini.
Adama Diakite mengatakan ada dua koalisi masyarakat madani utama di Mali dan tidak satu pun diundang ke Ouaga-dougou. Ini membuatnya ragu apakah para pemimpin Afrika Barat ingin benar-benar mendengar dari semua orang. "Sayang sekali,"ujar Diakite. "Banyak warga Mali hanya mengetahui tentang pertemuan yang memutuskan masa depan negara mereka, melalui laporan-laporan media", lanjutnya.
Menurut Diakite, kelompok-kelompok seperti kelompoknya berhubungan dekat dengan penduduk dan memiliki perspektif yang unik dan penting tentang situasi di Mali.
Anggota-anggota 16 partai politik dan kelompok masyarakat madani, termasuk diantaranya organisasi keagamaan, hari Jum’at berkumpul untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka atas pertemuan di Ouaga-dougou, dan menyebut pertemuan itu sebagai penghinaan bagi rakyat Mali.
Seorang warga Mali yang tidak mendukung pengambilalihan oleh militer mengatakan kepada VOA, ia dan banyak orang lainnya menentang KTT yang berlangsung di Ouaga-dougou karena mengabaikan begitu banyak warga Mali dan ini merupakan pertemuan terbaru dalam serangkaian pertemuan ECOWAS yang gagal menyelesaikan krisis politik Mali.
Direktur Komunikasi ECOWAS Sunny Ugoh mengatakan kepada VOA, kelompok regional itu merasa organisasi-organisasi yang diundang ke pertemuan di Ouaga-dougou itu telah cukup mewakili masyarakat Mali.
"Jika ada kelompok tertentu yang tidak diundang, bukan berarti mereka tidak penting," kata Ugoh. "Tampaknya akan ada kesempatan lain di masa depan bagi kelompok-kelompok ini untuk ikut serta dalam dialog nasional," tambahnya.
Menurt Ugoh, semua pembahasan tentang krisis Mali berguna. Namun apa yang akan terjadi di Mali justru yang paling penting. Apapun hasil KTT di Ouaga-dougou seharusnya hanya menjadi landasan bagi dialog selanjutnya di Mali.
Namun banyak warga Mali skeptis atas pertemuan di luar Mali itu guna memutuskan masa depan negara itu. Wartawan VOA Nancy Palus melaporkan dari Biro Afrika Barat.
Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat atau ECOWAS mengatakan ingin menciptakan pemerintahan transisi yang lebih berwawasan luas di Mali, meskipun belum jelas apakah ini berarti para pejabat yang sekarang akan diganti.
Perdana Menteri Sementara Mali, Cheikh Modibo Diarra, tidak menghadiri pertemuan hari Sabtu tersebut. Demikian pula dengan Presiden Sementara Mali Dioncounda Traore, yang masih dirawat di Perancis setelah diserang oleh para pendukung tentara yang mengambilalih kekuasaan dalam kudeta akhir Maret lalu.
Banyak warga Mali mengatakan ini bukan saat yang tepat untuk mengganggu pemerintahan transisi yang sedang menghadapi tantangan ganda yaitu menyelenggarakan pemilu dan mengontrol sebagian besar Mali Utara, yang diambil alih oleh gerilyawan Tuareg dan militan Islam beberapa saat setelah kudeta.
Adama Diakite adalah presiden Organisasi Forum Masyarakat Madani Mali, salah satu kelompok yang tidak diundang dalam KTT hari Sabtu ini.
Adama Diakite mengatakan ada dua koalisi masyarakat madani utama di Mali dan tidak satu pun diundang ke Ouaga-dougou. Ini membuatnya ragu apakah para pemimpin Afrika Barat ingin benar-benar mendengar dari semua orang. "Sayang sekali,"ujar Diakite. "Banyak warga Mali hanya mengetahui tentang pertemuan yang memutuskan masa depan negara mereka, melalui laporan-laporan media", lanjutnya.
Menurut Diakite, kelompok-kelompok seperti kelompoknya berhubungan dekat dengan penduduk dan memiliki perspektif yang unik dan penting tentang situasi di Mali.
Anggota-anggota 16 partai politik dan kelompok masyarakat madani, termasuk diantaranya organisasi keagamaan, hari Jum’at berkumpul untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka atas pertemuan di Ouaga-dougou, dan menyebut pertemuan itu sebagai penghinaan bagi rakyat Mali.
Seorang warga Mali yang tidak mendukung pengambilalihan oleh militer mengatakan kepada VOA, ia dan banyak orang lainnya menentang KTT yang berlangsung di Ouaga-dougou karena mengabaikan begitu banyak warga Mali dan ini merupakan pertemuan terbaru dalam serangkaian pertemuan ECOWAS yang gagal menyelesaikan krisis politik Mali.
Direktur Komunikasi ECOWAS Sunny Ugoh mengatakan kepada VOA, kelompok regional itu merasa organisasi-organisasi yang diundang ke pertemuan di Ouaga-dougou itu telah cukup mewakili masyarakat Mali.
"Jika ada kelompok tertentu yang tidak diundang, bukan berarti mereka tidak penting," kata Ugoh. "Tampaknya akan ada kesempatan lain di masa depan bagi kelompok-kelompok ini untuk ikut serta dalam dialog nasional," tambahnya.
Menurt Ugoh, semua pembahasan tentang krisis Mali berguna. Namun apa yang akan terjadi di Mali justru yang paling penting. Apapun hasil KTT di Ouaga-dougou seharusnya hanya menjadi landasan bagi dialog selanjutnya di Mali.