Kecepatan pemulihan ekonomi global akibat pandemi naik pesat meskipun tetap tidak merata dari satu negara ke negara lainnya, serta menghadapi banyak hambatan. Yang paling mengkhawatirkan adalah kurangnya vaksin COVID-19 di negara-negara miskin, yang dapat berujung pada munculnya varian virus baru dan menyebabkan lebih seringnya pemberlakuan lockdown (karantina wilayah).
Itulah beberapa poin penting dari prospek ekonomi terbaru yang diterbitkan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) hari Senin.
OECD menyebut bantuan dan langkah-langkah stimulus di negara-negara maju telah banyak membantu perekonomian dalam melalui resesi pandemi dan kembali ke jalur pertumbuhan. Organisasi itu memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan naik 5,8%, meningkat dari prediksi pada laporan prospek ekonomi Desember lalu yang 4,8%. Prediksi pemulihan tahun ini menyusul kontraksi tahun lalu sebesar 3,5% dan akan menjadi pemulihan tercepat sejak 1973.
BACA JUGA: Libur Panjang Akhir Pekan, Perjalanan di AS MelonjakEkonomi AS diperkirakan tumbuh 6,9%, meningkat dari prediksi sebelumnya, 6,5%. OECD menyebut prediksi itu berkat dukungan luas dari pengeluaran pemerintah AS untuk tambahan tunjangan pengangguran, bantuan keuangan untuk pemerintah daerah serta bantuan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah.
Kepala ekonom OECD, Laurence Boone, mengatakan bahwa prospek ekonomi “telah meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir, dan prospeknya semakin cerah… namun, situasi kesehatan masih penuh ketidakpastian.”
“Risiko pertama dan utama masih virus corona,” ungkapnya.
Meski OECD mengatakan bahwa sebagian besar negara akan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi layaknya sebelum pandemi pada tahun 2022, pihaknya memperingatkan bahwa “ini masih jauh dari cukup.”
Laporan itu mengatakan bahwa perekonomian global belum mencapai tingkat pertumbuhan yang semestinya dicapai seandainya pandemi tidak melanda. Laporan itu juga menyatakan bahwa terlalu banyak negara yang tidak akan kembali ke standar hidup sebelum pandemi sebelum akhir 2022.
Organisasi yang bermarkas di Paris itu mendaftar sejumlah ancaman terhadap proses pemulihan, termasuk kurangnya vaksin di negara-negara miskin yang memiliki sumber daya terbatas untuk memberikan bantuan. “Pelemahan kembali pertumbuhan ekonomi akibat virus akan lebih sulit ditahan, yang mengakibatkan peningkatan kemiskinan akut” dan meningkatkan risiko krisis keuangan, kata OECD dalam laporan itu.
“Ini semakin meresahkan karena, terlepas dari dampaknya pada kehidupan dan mata pencaharian, pertumbuhan ekonomi dan ongkos sosial untuk mempertahankan penutupan perbatasan mengerdilkan ongkos pembuatan vaksin, pelaksanaan tes COVID-19 dan penyediaan pasokan kesehatan yang lebih luas bagi negara-negara ini.”
Your browser doesn’t support HTML5
Selama sebagian besar populasi global belum divaksinasi, laporan itu mengatakan, “kita semua tetap rentan terhadap munculnya varian baru.”
Laporan itu menyebut ada banyak perbincangan soal kemungkinan terjadinya inflasi yang lebih tinggi, namun OECD menilai bahwa ketersendatan proses produksi dan gangguan lainnya pada arus perdagangan barang hanya akan bersifat sementara dan akan mulai mereda pada akhir tahun seiring pulihnya kapasitas produksi. [rd/ka]