Presiden Joko Widodo angkat bicara soal ekonomi nasional yang mampu tumbuh 5,11 persen pada kuartal I 2024. Menurutnya, hal ini dapat menumbuhkan rasa optimisme bagi semua kalangan, karena pada saat bersamaan, masih banyak negara maju yang malah jatuh ke jurang resesi.
Jokowi pun membeberkan dua faktor penting yang menyebabkan perekonomian tanah air tetap terjaga di level lima persen.
“Negara lain juga turun growth-nya tapi kita mampu tumbuh di 5,11 persen. Ini saya kira patut kita syukuri karena ini banyak didukung oleh konsumsi tetapi juga didukung oleh investasi yang terus masuk ke negara kita,” ungkap Jokowi di Jakarta, Selasa (7/5).
Meski pertumbuhan ekonomi naik, pada saat yang bersamaan beberapa industri masih berjuang untuk bisa bertahan. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya harus rela menutup berbagai usaha seperti pabrik alas kaki Bata yang tutup beberapa waktu lalu. Menjawab hal tersebut, Jokowi mengatakan bahwa ini merupakan bagian dari dinamika kewirausahaan.
‘Kalau masalah ada pabrik yang tutup, sebuah usaha itu naik turun karena kompetisi, karena mungkin efisiensi, dan juga karena bersaing dengan barang-barang baru yang lebih in. Saya kira banyak hal. Tapi yang jelas secara makro pertumbuhan ekonomi kita sangat baik, di 5,11 persen,” jelasnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Ekonom Indef Nailul Huda mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi yang masih terjaga di level kisaran lima persen memang ditopang oleh fenomena tahunan yang terjadi di tanah air, seperti bulan Ramadan, Lebaran serta pemilu.
Menurutnya wajar pertumbuhan ekonomi pada triwulan I ini mencapai 5,11 persen karena peristiwa tahunan tersebut.
Lebih jauh, Nailul mengatakan level lima persen tersebut belum tentu dapat terjaga sepanjang tahun mengingat ajang tahunan yang bisa mendongkrak konsumsi lebih banyak tidak terjadi setiap waktu.
“Ini saya rasa ditopang oleh fenomena tahunan di mana kejadian yang tidak kita inginkan adalah ketika tidak ada fenomena seperti Lebaran, Ramadan, pemilu dan sebagainya, tidak ada lagi fenomena yang bisa mem-boost pertumbuhan ekonomi kita. Jangan-jangan sebenarnya tanpa ada Ramadan dan pemilu, pertumbuhan ekonomi kita jadi cuma empat persen. Itu yang tidak kita inginkan. Dan lagi-lagi, misalnya fenomena Bata tutup dan sebagainya, itu tidak lepas dari banyaknya impor produk alas kaki dari Tiongkok yang murah sekali,” jelasnya.
Karena itu, katanya, kemungkinan pertumbuhan ekonomi tanah air terkoreksi pada triwulan selanjutnya bisa terjadi. Nailul berpendapat pemerintah harus bisa menjaga daya beli masyarakat, karena tingkat konsumsi domestik berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi tanah air.
Nailul menyatakan keraguannya bahwa pertumbuhan ekonomi di level sekitar lima persen akan bisa bertahan di sepanjang sisa tahun ini.
“Bahkan saya rasa untuk mencapai di level lima persen cukup sulit di triwulan II, III dan IV, terutama di triwulan III, apalagi sampai enam persen. Jadi saya rasa penting untuk menjaga daya beli masyarakat domestik, dengan salah satu caranya pasti adalah tidak menaikkan harga BBM, tarif listrik dan sebagainya. Saya rasa itu bisa dilakukan oleh pemerintah dengan anggaran yang saat ini ada,” tambahnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan capaian pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2024 ini dapat menjadi fondasi yang baik untuk menciptakan basis pertumbuhan yang kuat bagi pemerintah guna memacu pertumbuhan ekonomi tetap berada di level lima persen sampai akhir tahun.
“Setidaknya, kami cukup yakin pertumbuhan di kisaran lima persen di akhir 2024 masih sangat, sangat realistis dan feasible untuk dicapai bila kinerja seperti ini bisa dipertahankan dan ditingkatkan ke depannya dalam jangka pendek,” ungkap Shinta lewat pesan singkatnya kepada VOA.
Shinta menjelaskan pemerintah, termasuk pemerintahan baru kelak, harus mampu menjaga stabilitas dan resiliensi makro ekonomi nasional untuk dapat menggenjot perekonomian Indonesia di kuartal II hingga kuartal IV, d tengah tekanan-tekanan eksternal yang tidak mudah.
“Khususnya karena tantangan pertumbuhan terbesar akan berasal dari instabilitas nilai tukar, beban suku bunga, beban impor dan implikasinya terhadap inflasi domestik, daya saing industri dalam negeri dan daya beli pasar domestik,” tuturnya.
Kata Shinta, kalangan pengusaha berharap pemerintah ke depanya bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional dari sisi penerimaan investasi asing dan peningkatan kinerja ekspor. Hal ini dikarenakan resiliensi makro ekonomi nasional akan sangat bergantung kepada dua hal tersebut.
Dengan telah terpilihnya presiden baru, Shinta berharap kemudahan berusaha dan berinvestasi di Indonesia dapat lebih ditingkatkan.
“Sangat penting bagi pemerintah incumbent maupun yang akan datang untuk memberikan perhatian yang serius pada perbaikan iklim usaha/investasi di Indonesia, entah melalui reformasi struktural lanjutan atau melalui perbaikan konsistensi implementasi kebijakan reformasi struktural yang ada di lapangan. Ini akan sangat menentukan seberapa tinggi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa digenjot dalam jangka pendek-menengah,” pungkasnya. [gi/uh]