Sementara Lebanon semakin terperosok ke dalam kesengsaraan ekonomi pada tahun 2022, para pemuda telah menghilang dari bagian utara negara yang terpinggirkan itu, terutama dari Tripoli. Mereka kemudian muncul di Irak, di mana sebagian telah bergabung dengan ISIS.
Mahmmoud Seif melihat saudaranya Bakr terakhir kali pada Desember 2020. Bakr tiba-tiba meninggalkan rumah dan pergi untuk mengangkat senjata bersama kelompok Islam radikal itu. Sebulan kemudian, Mahmmoud mengatakan Bakr tewas dalam serangan udara pemerintah Irak yang menarget tersangka militan di Irak timur.
Your browser doesn’t support HTML5
Mahmmoud Seif mengenang hari terakhir ketika adiknya berpamitan. “Bakr bangun pada pagi hari dan minta ibunya menyiapkan makan siang. Kemudian, dia pergi dan tidak pernah kembali. Bakr menghilang.”
Migrasi pemuda telah memicu ketakutan akan gelombang baru rekrutmen kelompok radikal itu, yang memanfaatkan rasa frustrasi dan keputusasaan yang dipicu oleh krisis ekonomi di Lebanon dan ketegangan sektarian yang selalu hadir.
Mohammad Sablouh, direktur Pusat Hak Tahanan, menganalisis situasinya. Dia mengatakan kesulitan ekonomi bukan satu-satunya faktor yang mendorong pemuda Lebanon ke tangan kaum radikal.
“Orang-orang di Lebanon bergabung dengan ISIS karena berbagai alasan: pengangguran, kemiskinan, dan tidak adanya layanan dasar. Tapi ada juga faktor lain: polisi menangkap para pemuda hanya karena dicurigai memiliki hubungan dengan militan dan kemudian mereka mendekam bertahun-tahun di penjara tanpa pengadilan. Ini menciptakan rasa frustrasi dan keinginan untuk membalas dendam,” jelasnya.
Pemimpin agama seperti Sheikh Bilal Baroudi, imam Masjid al-Salam di Tripoli, mengatakan kota itu adalah tempat berkembang biak utama bagi ekstremisme.
“Tripoli adalah kota yang konservatif. Ini adalah tanah orang-orang yang menentang rezim Suriah. Orang-orang ini mewakili generasi baru yang penuh kebanggaan, keberanian, dan keberanian. Mereka siap bertarung,” komentarnya.
Secara keseluruhan, perjuangan untuk bertahan hidup adalah alasan utama yang mendorong sebagian pemuda bergabung dengan kelompok Islam radikal itu.
Mohammad (bukan nama sebenarnya) bergabung dengan ISIS yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik. “Saya bergabung dengan Daesh karena kelompok itu memberi saya sekitar $500 per bulan. Saya ingin hidup bermartabat dan sebelum bergabung dengan grup ini, saya tidak bisa melakukannya.”
Di tengah kemiskinan dan penolakan pada keadaan, para perekrut ISIS terus melakukan kegiatannya. Mereka berharap dapat menarik pemuda Lebanon yang ingin melarikan diri dari negara yang sedang runtuh itu. [lt/jm]