Presiden Turki sekali lagi mengisyaratkan bahwa negaranya belum siap untuk meratifikasi keanggotaan Swedia di NATO. Berbicara setelah rapat kabinet pada Senin (3/7), Recep Tayyip Erdogan mengatakan Swedia harus bekerja lebih keras untuk membereskan "pekerjaan rumahnya".
Erdogan juga menyerukan kecamannya atas protes pembakaran Al Qur’an yang terjadi di Swedia pekan lalu, menggambarkan tindakan itu sebagai kejahatan berbasis kebencian terhadap umat Muslim.
"Kami telah menjelaskan sebelumnya bahwa perjuangan keras melawan organisasi teroris dan Islamofobia adalah garis merah kami," kata Erdogan. "Setiap orang harus menerima bahwa persahabatan Turki tidak dapat dilakukan dengan mendukung terorisme atau memberi ruang bagi teroris."
Your browser doesn’t support HTML5
Turki menunda untuk memberi persetujuan akhir bagi keanggotaan Swedia dalam NATO, menuduh negara itu terlalu lunak terhadap demonstrasi dan kelompok anti-Islam yang dianggap Turki sebagai ancaman keamanan. Kelompok yang dimaksud termasuk kelompok militan Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan mematikan selama puluhan tahun di Turki.
Partai Pekerja Kurdistan atau PKK mengobarkan pemberontakan selama 38 tahun melawan Turki, menyebabkan puluhan ribu orang tewas. Partai itu ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS dan Uni Eropa.
Turki menuduh Swedia terlalu lunak terhadap kelompok yang Ankara anggap sebagai ancaman keamanan. NATO sendiri ingin melibatkan Swedia ketika para pemimpin NATO bertemu di Lituania pada 11-12 Juli mendatang. NATO memerlukan persetujuan dari semua anggota untuk menambah anggota baru dan Turki dan Hungaria adalah dua negara yang belum meratifikasi proposal keanggotaan Swedia.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, pada minggu lalu, menyerukan pertemuan dengan para pejabat senior dari Turki, Swedia dan Finlandia pada 6 Juli mendatang untuk membicarakan solusi dari dari keberatan yang diajukan Turki atas permohonan Swedia untuk bergabung dengan aliansi militer tersebut. [ps/rs]