Turki berada di sebuah “titik balik” pada Senin (1/4), Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan itu setelah pihak oposisi melakukan perlawanan atas kekuasaannya selama dua dekade. Oposisi telah menyapu kemenangan pemilu tingkat kota di Istanbul, megapolis yang menjadi simbol negara ini, dan juga di sejumlah kota besar lainnya.
Hasil yang hampir final menunjukkan oposisi utama, Partai Rakyat Republik (CHP), merebut kota-kota utama dan provinsi Anatolia yang merupakan basis bagi partai konservatif Islam pimpinan Erdogan, AKP.
Pusat urban utama seperti Istanbul, ibu kota Ankara, Adana, Bursa, dan Antalya termasuk di antara kota-kota yang memilih wali kota dari CHP pada Minggu. Ini terjadi hanya kurang dari setahun setelah kegagalan partai ini menantang Erdogan dalam pemilihan presiden pada Mei tahun lalu.
Para pengamat penyebut pemilu kota ini sebagai kekalahan pemilu terburuk bagi Erdogan, sejak partainya berkuasa pada 2002.
Banyak warga yang menyalahkan inflasi sebesar 67 persen dan jatuhnya nilai tukar mata uang lira dalam beberapa tahun terakhir.
Surat kabar yang propemerintah, Hurriyet dan Yeni Safah pada Senin menyoroti “pesan” pemilih kepada petahana.
Hasil ini “hanya bisa dijelaskan dengan ekonomi,” tulis Abdulkadir Selvi, seorang komentator propemerintah di harian Hurriyet yang dipandang dekat dengan kelompok Erdogan.
“Angin baru telah bertiup” di Turki dan pemerintah sekarang menghadapi “sebuah perimbangan politik baru,” tambah dia.
Erdogan sendiri menyebut sebuah “titik balik” dan berjanji untuk “menghormati keputusan bangsa”.
BACA JUGA: Pihak Oposisi Raih Kemenangan di Pemilu Lokal TurkiHarian sekuler nasionalis, Sozcu, yang beroposisi dengan Erdogan, menulis “revolusi di kotak suara” di halaman depannya, sementara surat kabar besar oposisi, Cumhuriyet menyambut “kemenangan bersejarah”.
Kemenangan bagi CHP mungkin telah diperkirakan di ibu kota ekonomi dan politik, Istanbul dan Ankara, yang telah mereka kuasai pada 2019, tetapi para pengamat melihat gelombang anti-Erdogan yang meluas sebagai yang paling kuat dalam hampir 50 tahun, yang menggambarkan ulang peta elektoral.
Wali kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, pemenang dari pihak oposisi sejak mengambil alih kursi wali kota di Istanbul lima tahun lalu dalam sebuah pertarungan yang sangat keras, saat ini nampaknya berencana untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada 2028.
Pemungutan suara ini “menandai akhir dari erosi demokrasi di Turki dan kebangkitan demokrasi,” Imamoglu mengatakan itu kepada para pendukungnya semalam, dan mengatakan bahwa kemenangannya memiliki “signifikansi yang besar”.
Di Ankara, wali kota dari CHP, Mansur Yavas juga memperkuat kedudukannya, dengan mengalahkan lawannya dari AKP.
“Kita akan melihat persaingan antara Imamoglu dan Yavas” untuk kepemimpinan, tulis komentator Hurriyet, Selvi.
“Imamoglu adalah lawan Erdogan dalam pemilu nasional negara itu berikutnya,” cuit Soner Cagaptay dari Washington Institute di platform X.
Wali kota Istanbul “memiliki kesempatan untuk menjadi presiden Turki. Turki tidak pernah gagal memberi kejutan, permainan dimulai,” tambah dia.
Erdogan, yang mulai berkuasa sebagai perdana menteri pada 2003 sebelum menjadi presiden pada 2014, mengatakan pada awal Maret bahwa pemilu-pemilu kota ini akan menjadi yang terakhir baginya.
Pemimpin berusia 70 tahun itu mengatakan kepada para pendukungnya yang kecewa semalam, bahwa mereka “ tidak boleh menyia-nyiakan” empat tahun yang tersisa sebelum pemilu presiden berikutnya. [ns/uh]