Akankah jatuhnya Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS), dan berakhirnya kekhalifahan kelompok teror itu membuat banyak perbedaan ketika menyangkut rekrutmen dan radikalisasi warga Eropa atau pengurangan serangan-serangan “tunggal”?
Dengan serangan pasukan Kurdi pimpinan AS hampir menghabisi Negara Islam di Raqqa, ibukota kelompok teror itu di Suriah, pertanyaan ini menjadi lebih penting. Tapi para pejabat Perancis dan Belgia tidak percaya pembunuhan akan berhenti di Eropa, setidaknya dalam waktu yang dapat diperkirakan.
Kalangan analis mengatakan Khalifah itu berguna untuk pemasaran Negara Islam dan menarik anggota asing, serta memungkinkan kelompok itu membedakan dirinya sendiri dari saingannya al-Qaida, yang menentang pembentukan sebuah Negara Islam dan mengejek penunjukkan Abu Bakr al-Baghdadi sendiri sebagai kalifah. Kini, satu-satunya cara bagi kelompok teror itu untuk tetap relevan dan berupaya untuk lebih cemerlang dari pesaing jihadisnya, al-Qaida, adalah dengan menyerang Barat sesering mungkin, kata mereka.
Bulan lalu, al-Baghdadi memecahkan rekor diamnya selama sebelas bulan dengan mengeluarkan sebuah rekaman suara yang menghina Amerika, mengajak para jihadis untuk bergerak melawan rejim Suriah dan bersikeras Negara Islam tetap ada meskipun kehilangan wilayahnya secara drastis. Dia mendengungkan pesan dari Kepala Propaganda Negara Islam terdahulu, Abu Mohammad al-Adnani, yang mengumumkan bahwa menguasai wilayah tidak se-penting semangat untuk melawan
Tapi perhatian al-Baghdadi sebagian besar berpusat pada perayaan serangan-serangan terhadap Barat, katanya, “Amerika, Eropa dan Rusia kini hidup dalam teror.” [mg/lt]