Sebuah kajian baru PBB menyebutkan harga pangan yang tinggi mengakibatkan 19,4 juta orang di Asia-Pasifik hidup miskin.
Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia-Pasifik (ESCAP) yang berkedudukan di Bangkok menyebutkan cuaca buruk di negara-negara penghasil pangan mengakibatkan kenaikan tajam harga sebagian jenis pangan dibandingkan tahun lalu.
Badan PBB itu mengatakan kelompok miskin di kawasan ini membelanjakan 70 persen penghasilan mereka untuk pangan dan kelompok ini juga yang paling terkena dampak parah akibat inflasi. Harga gandum melonjak hampir 80 persen tahun lalu, sementara harga minyak goreng baik 65 persen.
Ekonom utama pada badan PBB itu, Nagesh Kumar, mengatakan jika harga pangan terus naik, jutaan orang dipastikan akan jatuh miskin.
“Tergantung pada seberapa tinggi kenaikan harga itu, kami memperkirakan antara 10 sampai 42 juta orang akan jatuh miskin atau tidak dapat keluar dari kemiskinan pada tahun 2011. Jadi masalah ini menjadi semakin serius,” ujarnya.
Harga eceran beras, makanan pokok di Asia, naik 33 persen di Bangladesh dan di Tiongkok dan Indonesia naik 23 persen. Namun, penghasil beras utama di kawasan ini, Thailand dan Vietnam, mengalami panen raya, sehingga harga beras diperkirakan stabil.
Namun, Kumar mengatakan negara-negara di kawasan ini perlu bertindak untuk mencegah kenaikan luar biasa harga pangan.
Ia menjelaskan, “Negara-negara seperti India, Pakistan, Bangladesh, dan bahkan di Asia Tenggara, negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina, rentan. Jadi, kita perlu betul-betul mencermati negara-negara ini di mana harga pangan harus bisa dikendalikan sekuat mungkin. Kita juga perlu mencermati peningkatan hasil pertanian.”
Untuk mengekang kenaikan harga pangan, ESCAP mengatakan bahwa dalam jangka pendek negara-negara perlu mengetatkan kebijakan moneter, menurunkan pajak dan tarif, dan membebaskan bea impor sambil menambah cadangan pangan.
PBB mengatakan negara-negara juga perlu mengubah kebijakan investasi di bidang pertanian, seperti memproduksi biji-bijian untuk dijadikan bahan bakar, dan investasi yang sifatnya spekulatif.