Pemerintah Kepulauan Faroe mengusulkan batas tangkapan tahunan 500 lumba-lumba sisi putih untuk tahun 2022 dan 2023, setelah pembantaian lebih dari 1.400 lumba-lumba dalam sehari pada tahun lalu menuai kecaman di dalam dan luar negeri.
Perburuan lumba-lumba di pulau-pulau Atlantik Utara itu sudah menjadi tradisi selama empat abad. Mamalia laut itu dibunuh untuk diambil daging dan lemaknya. Perburuan itu diizinkan, namun bukan untuk tujuan komersial. Para aktivis lingkungan mengklaim itu sebagai tindakan kejam.
Orang-orang di Faroe yang membela praktik tradisional ini bahkan angkat bicara, menanggapi pembantaian besar-besaran lumba-lumba tahun lalu. Mereka khawatir bahwa perburuan itu akan menarik perhatian yang tidak diinginkan karena jauh lebih besar daripada yang sebelumnya dan tampaknya dikelola oleh organisasi yang tidak biasanya.
Pada hari Minggu, pemerintah Faroe mengatakan bahwa tindakan pembatasan itu “sebagai tanggapan atas tangkapan yang luar biasa besar'' pada 14 September 2021. Ia menambahkan bahwa proposal tersebut diperkirakan akan diimplementasikan sebagai perintah eksekutif pada 25 Juli.
''Aspek-aspek yang menyangkut usaha penangkapan itu tidak memuaskan, khususnya jumlah lumba-lumba yang dibunuh,'' kata pemerintah dalam sebuah pernyataan. “Ini tidak mungkin menjadi tingkat tangkapan yang berkelanjutan pada basis tahunan jangka panjang.''
Kepulauan Faroe adalah wilayah semi-independen yang menjadi bagian dari Denmark. Kepulauan ini terletak antara Skotlandia dan Islandia.
Penduduk kepulauan itu biasanya membunuh hingga 1.000 mamalia laut -- terutama paus pilot -- setiap tahun, menurut data Kepulauan Faroe. Pada tahun 2020, pembunuhan itu hanya mencakup 35 lumba-lumba sisi putih. Lumba-lumba sisi putih dan paus pilot bukanlah spesies yang terancam punah.
Setiap tahun, penduduk kepulauan itu menggiring kawanan mamalia tersebut ke perairan dangkal. Di perairan itu, kawanan ikan besar itu dbantai, untuk kemudian daging dan lemaknya dibagikan kepada komunitas setempat.
Pemerintah Faroe mengatakan, praktik ini didasarkan pada hak dan tanggung jawab rakyatnya untuk memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan. [ab/uh]