Fatwa Haram Vape: Menghalau Uap dengan Ayat

  • Nurhadi Sucahyo

Alat (device) dan cairan yang digunakan pemakai vape. (Foto: VOA/ Nurhadi)

Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram bagi rokok elektrik atau yang popular disebut vape di Indonesia. Penikmatnya tentu menolak, karena vape membantu mereka lepas dari rokok, yang sudah diharamkan Muhammadiyah pada 2010.

Uap tebal mengepul kencang di udara. Bayangan pekatnya jelas terlihat di lampu yang tergantung di langit-langit. Pelan-pelan uap putih itu menghilang, pergi bersama aroma yang dibawa. Di ruangan sekitar 15 meter persegi itu, bau roti bercampur buah segar silih berganti menghampiri.

Tak ada makanan di sini, aroma itu datang dari uap rokok elektrik atau yang biasa disebut vape. Tidak seperti rokok, volume uap yang disemburkan pemakai vape jauh berlipat.

Bagi pemakainya, vape membantu mengalihkan mereka dari rokok konvensional. (Foto: VOA/ Nurhadi)

Bagi penikmat vape seperti Hastasih Danar, aktivitas ini adalah petualangan rasa. Dia tidak pernah setia pada satu aroma pilihan. Warga Yogyakarta ini memakai vape sejak 2015, sampai sekarang. Vape menyediakan jauh lebih banyak pilihan bagi penikmatnya, baik laki-laki maupun perempuan.

“Ini rasa buah, dingin. Terus kalau yang creamy, rasa kopi-kopian. Terus ada juga roti. Secara umum pemakai vape perempuan pakai yang rasa buah, kalau laki-laki memilih yang creamy dan tinggi nikotinnya,” kata Hasta kepada VOA.

Di depan Hasta ada dua alat menikmati rokok elektrik, yaitu pod dan mod. Dari sisi ukuran, pod lebih kecil dari mod. Pod menghasilkan uap lebih sedikit dibandingkan dengan mod. Rokok elektrik terdiri tiga elemen utama, yaitu pemanas logam (vaporizer), baterai, dan cartridge berisi cairan kimia. Vaporizer inilah yang melahirkan istilah vapor atau vape, yang secara umum dipahami sebagai rokok elektrik.

Your browser doesn’t support HTML5

Fatwa Haram Vape: Menghalau Uap dengan Ayat

Hasta mengklaim, vape adalah cara paling tepat bagi mereka yang ingin berhenti merokok. Kadar nikotin vape dapat diatur untuk menyesuaikan dalam masa peralihan. Bahkan, ada cairan vape yang sama sekali tidak mengandung nikotin.

“Selalu saja ada pengguna vape baru, dan biasanya alasannya adalah karena ingin berhenti merokok,” ujar Hasta yang mengaku dulu hanya tahan seminggu menikmati rokok konvensional.

Fatwa Haram dari Muhammadiyah

Namun, klaim yang dipaparkan Hasta dan mayoritas pengguna vape, tidak diterima kalangan kedokteran. Sejumlah organisasi dokter di Indonesia terang-terangan meminta pemerintah melarang vape. Menghirup uap dari pemanasan cairan ini dinilai tidak lebih baik dari membakar tembakau. Pernyataan itu mereka sampaikan dalam diskusi di kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta, pada 15 Januari 2020 lalu, seperti dilaporkan VOA.

BACA JUGA: Dokter AS: Rokok Elektrik akibatkan Kematian karena Penyakit Paru-paru

Pukulan besar juga diterima komunitas pengguna vape di Indonesia dari organisasi keagamaan Muhammadiyah. Sebuah fatwa keluar 14 Januari 2020, yang intinya memasukkan vape sebagai barang haram. Fatwa ini pertama kali disosialisasikan pada pertemuan pengurus Muhammadiyah Yogyakarta dan Jawa Tengah, 24 Januari 2020 di kantor pusat organisasi itu, di Yogyakarta.

Wawan Gunawan Abdul Wahid, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah kepada VOA menjelaskan, fatwa ini tidak keluar begitu saja. Muhammadiyah menggelar beberapa diskusi grup terfokus dan seminar sebelum menyusunnya.

“Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah melihat ada penyesatan yang dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan, yang menghasilkan atau yang menjual vape, dan itu perlu diluruskan,” kata Wawan.

Muhammadiyah juga mendengarkan kajian para ahli, BP POM, BNN, dan Perhimpunan Dokter Ahli Paru, untuk menelusuri kampanye terkait vape selama ini.

“Kita mendapatkan poin, bahwa semuanya tidak benar. Bahkan WHO sepuluh tahun yang lalu kurang lebih sudah menyatakan bahwa vape itu sama sekali tidak direkomendasikan untuk mengganti rokok konvensional,” tambah Wawan.

Pesan peringatan dan komposisi bahan lengkap tersedia di kemasan cairan vape. (Foto: VOA/ Nurhadi)

Muhammadiyah juga pernah mengeluarkan fatwa pada 2010 tentang hukum merokok, yang menempatkan rokok konvensional sebagai barang haram.

Fatwa Muhammadiyah termuat dalam surat nomor 01/PER/LI/E/2020 tentang hukum merokok e-cigarette. Rokok elektrik atau vape dinyatakan haram hukumnya karena termasuk kategori perbuatan mengonsumsi barang yang merusak atau membahayakan. Di sisi lain, berdasarkan tujuan syariah masyarakat wajib mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan. Dijelaskan lebih jauh, vape mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara cepat atau lambat. Muhammadiyah mengutip beberapa ayat Al Quran, seperti al-Baqarah (2: 195) dan an-Nisa' (4: 29) sebagai dasar bersikap.

Ayat suci yang dikutip dalam fatwa tidak bermakna sikap Muhammadiyah ini adalah pandangan keagamaan. Menurut Wawan, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan, dalam hal ini bersikap atas dasar alasan kesehatan.

Muhammadiyah juga prihatin karena konsumsi vape mulai merambah anak dan remaja. Fatwa haram, kata Wawan disebut sebagai upaya cepat mengantisipasi kondisi lebih jauh. Vape juga diharamkan karena membahayakan pemakai dan orang lain yang menghirup asapnya. Wawan juga menambahkan, Muhammadiyah merekomendasikan agar pemerintah menghentikan impor vape. Tidak semestinya, negara memanfaatkan cukai vape, karena justru konsumsinya membebani biaya kesehatan.

“Kita mengistilahkan, apa yang kita lakukan ini sebagai mengoreksi kiblat ekonomi pemerintah. Jangan mengambil cukainya, sementara kesehatannya dibiarkan. Sebab kalau kesehatan masyarakat diupayakan maksimal, pemerintah akan tahu, bahwa pembiayaan yang diakibatkan oleh merokok itu tiga kali lipat dari cukai yang didapatkan. Jadi rugi, iya rugi,” papar Wawan.

Ratusan jenis cairan vape. (Foto: VOA/ Nurhadi)

Muhammadiyah meminta pemerintah meniru sikap sejumlah negara yang lebih tegas terkait vape. Negara-negara itu, kata Wawan, memahami dan telah menghitung ongkos kesehatan yang tinggi, jika penggunaan vape terus naik.

“Fatwa” Pengguna Vape

Sebagai produk, vape masuk ke Indonesia pelan-pelan karena dibawa dari luar negeri oleh penikmatnya. Sekitar tahun 2012, vape mulai populer meski sebagai keberadaannya dianggap tidak resmi. Pelan namun pasti, popularitasnya semakin naik, seiring berkembangnya jumlah pemakai.

Sekitar 2014, Aldimaz Ghifari yang masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta, mulai memakai vape. Sambil menikmati uap beraroma roti, pria yang akrab dipanggil Aldi ini bercerita banyak kepada VOA, seputar pilihannya meninggalkan rokok dan pindah ke vape. Sejak lima tahun lalu, Aldi juga membuka sebuah toko vape yang cukup populer di kalangan anak muda Yogyakarta.

Aldi mengaku merokok membuatnya tidak nyaman karena asma alergi yang dideritanya. Sejak memakai vape, klaim Aldi, sakitnya itu tidak pernah kambuh. Karena itu dia setuju bahwa mayoritas pemakai vape berawal dari perokok.

“Saya sebelumnya merokok, tujuh tahun sejak 2005-an. Dulu sering kambuh, sering sesak. Beda sekali dengan setelah nge-vape. Waktu mulai buka toko ini, saya selalu ketemu pemakai baru vape yang alasannya adalah karena ingin berhenti merokok,” kata Aldi.

BACA JUGA: Asosiasi Dokter AS Desak Masyarakat Stop Pakai Rokok Elektrik

Aldi mengklaim, vape jauh lebih aman daripada rokok. Uapnya diperoleh dari pemanasan cairan, bukan pembakaran tembakau.

“Selain vape store, saya ada usaha game net. Kita bisa lihat AC-nya. Di game net, AC cepat kotor dan saringannya berwarna hitam. Di vape store, AC tetap bersih. Anggap saja AC itu seperti paru-paru kita, gampang kan membandingkannya,” ujar Aldi sambil tertawa.

Selain alasan kesehatan, peralihan rokok ke vape juga didasari perhitungan ekonomis. Hitung-hitungan kasar, kata Aldi, pengguna vape membelanjakan uang hanya separuh dari jumlah yang dikeluarkan ketika masih merokok konvensional.

Aldi juga mengaku heran karena ada terlalu banyak berita negatif tentang hobinya itu. Misalnya potensi memakai narkoba sebagai campuran cairan vape.

“Orang beli jarum suntik di apotik, kita enggak tahu apakah itu dipakai secara benar, dipakai nyuntik ayam atau untuk narkoba. Tapi jarum suntik kan bebas dijual sampai sekarang. Saya kira, semua kembali ke penggunanya. Apa saja bisa disalahgunakan,” tukas Aldi.

Cairan atau liquid bagi vape tersedia dalam ratusan pilihan aroma. (Foto: VOA/ Nurhadi)


Komunitas pemakai vape seperti Aldi, mengikuti perkembangan terkait fatwa haram bagi vape dari Muhammadiyah. Di komunitas, isu tersebut menarik perhatian dan menjadi perbincangan. Kepada VOA, Aldi tegas mengatakan bahwa dirinya adalah anggota Muhammadiyah dan berasal dari keluarga besar yang juga pegiat Muhammadiyah. Dia memaklumi jika Muhammadiyah melihat vape sebagai sesuatu yang tidak berguna atau mudarat dalam bahasa agama. Namun dia secara pribadi menilai, benda tersebut memberi dampak baik, setidaknya bagi dirinya sendiri.

“Kita menggunakan ini dengan cara yang benar, tidak disalahgunakan, dan secara tidak langsung sebagai alat bantu berhenti merokok. Muhammadiyah mungkin mengeluarkan fatwa ini karena menilai vape tidak berguna. Menurut kita, ini berguna karena membantu. Menurut mereka yang tidak menggunakannya, ya tidak berguna sama sekali. Mungkin ada dialog yang belum nyambung,” kata Aldi.

BACA JUGA: CDC AS Temukan Kandungan Vitamin E Asetat dari Sejumlah Korban Vaping

Aldi juga menegaskan komitmen komunitas vape untuk menjauhkan anak-anak dari benda ini. Setiap toko memasang aturan yang hanya membolehkan pembelian oleh mereka yang berumur 18 tahun ke atas. Bahkan akan ada perubahan kenaikan usia konsumen menjadi 21 tahun minimal.

Kepada pemerintah, Aldi meminta adanya perlakuan adil karena selama ini vape lebih banyak muncul dari sisi negatif. Karena sudah membayar cukai, tambahnya, pengguna vape berhak atas dukungan negara. Salah satunya adalah dalam bentuk edukasi bagi komunitas dan masyarakat umum. [ns/uh]