AS sejauh ini telah memberikan 188 juta lebih dosis vaksin buatan Pfizer dan mitranya dari Jerman, BioNTech.
Persetujuan penuh FDA adalah dukungan terkuat FDA bagi sebuah produk dan bagian dari langkah-langkah lain yang biasanya mewajibkan tindak lanjut keamanan selama enam bulan.
Badan tersebut juga melakukan inspeksi terperinci terhadap pabrik pembuatan vaksin sementra varian Delta terus menyebar di seluruh AS.
BACA JUGA: Israel Dapati Booster Vaksin COVID-19 Sangat Mengurangi Risiko InfeksiPersetujuan penuh ini berdampak pada vaksinasi militer AS.
Juru bicara Pentagon, John Kirby, Senin mengatakan Departemen Pertahanan AS akan memerintahkan semua pasukan aktif dan cadangan untuk divaksinasi Covid-19 setelah persetujuan penuh vaksin Pfizer oleh Badan Pengawas Pangan dan Obat-obatan AS.
"Sekarang dengan disetujuinya vaksin Pfizer, departemen pertahanan siap mengeluarkan panduan terbaru yang mewajibkan semua anggota militer untuk divaksinasi. Jadwal vaksinasi akan diberikan dalam beberapa hari mendatang. Kesehatan pasukan, seperti biasa ... menjadi prioritas utama," ujar Kirby.
Sementara itu, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, Senin menyerukan moratorium dua bulan pada pemberian suntikan penguat vaksin COVID-19 sebagai cara untuk mengurangi ketidaksetaraan vaksin global dan mencegah munculnya varian baru virus corona.
"Tidak ada yang aman sampai semua orang aman. Cakupan yang baik di beberapa negara tidak sepenuhnya menyingkirkan pandemi ini. Kita perlu melakukannya di seluruh dunia, di setiap negara," katanya.
Tedros Adhanom Ghebreyesus yang sedang berada di Budapest, Hungaria mengatakan ia kecewa dengan jumlah sumbangan vaksin negara-negara kaya kepada dunia. Negara-negara kaya itu dianggapnya menumpuk vaksin.
“Sumbangan vaksin atau berbagi vaksin: Saya kecewa. Karena sejauh ini 4,8 miliar dosis telah dikirimkan secara global, 75% di antaranya ada di 10 negara, 10! Dan jika terkait Afrika, cakupan vaksinnya kurang dari 2%. Apakah ini bisa diterima? Kita menyebutnya "ketidakadilan vaksin dan nasionalisme vaksin", dan ini tidak baik. Kami meminta mereka yang mengontrol kapasitas produksi, yang terutama negara-negara G20, untuk memimpin secara kolektif."
BACA JUGA: FDA Perintahkan Hentikan Penggunaan Obat Ternak "Ivermectin" untuk COVIDIa meminta negara-negara yang menawarkan dosis vaksin ketiga atau vaksin penguat berbagi dengan negara lain, sehingga negara lain bisa meningkatkan cakupan vaksin pertama atau kedua.
Beberapa negara termasuk Amerika, Israel, dan Hungaria, serta negara-negara lain di Eropa, Timur Tengah, dan Asia, sudah menawarkan atau berencana menawarkan suntikan penguat COVID-19 bagi penduduknya. Hungaria menjadi negara anggota Uni Eropa pertama yang memberikan suntikan penguat COVID-19 pada awal Agustus. [my/lt]
Your browser doesn’t support HTML5