Festival Kuliner Brussels Sajikan Makanan dari Koki Pengungsi

Beberapa makanan tradisional Suriah yang disajikan di meja dalam Festival Kuliner Pengungsi di Athena, Yunani, 19 Juni 2017. (Foto:dok)

Dapur restoran bergengsi, Le Mess di Brussels, Belgia, tampak sibuk. Majid Akbari menghancurkan tomat-tomat yang sedang direbus di panci-panci untuk menyiapkan hidangan filet ikan bass yang dimasak dengan saffron – sejenis rempah seperti kunyit, kacang pistachio dan nasi rempah dengan kismis.

Pada saat saus sedang dimasak, dia memeriksa makanan penutup untuk memastikan teh kapulaga, pudding beras dengan air bunga mawar dan kue jeruk tertata baik di piring-piring sebelum disajikan kepada para pelanggang.

Pengungsi asal Iran keturunan Afghanistan itu berada di antara sekelompok pengungsi yang menjadi chef selama beberapa hari di beberapa restoran di Brussels pada pekan lalu. Mereka ambil bagian dalam festival internasional yang bertujuan menyatukan orang-orang dari berbagai kalangan di meja makan.

Dalam Festival Kuliner Pengungsi, para pengungsi bisa memasak makanan khas daerahnya di berbagai restoran dan para penduduk setempat juga mendapat kesempatan mencoba berbagai makanan baru. Kegiatan tersebut bertujuan menghilangkan ketegangan yang mewarnai isu imigrasi di Eropa menyusul krisis pengungsi pada 2015.

"Hari pertama tidak mudah, tapi hari ini semuanya berjalan lebih baik," kata Akbari, seperti dikutip oleh Reuters. Akbari sering memasak di rumah, tapi dia bukan koki profesional.

"Saya senang dengan pengalaman baru ini, teman-teman baru dan mencicipi kuliner baru. Dan menemukan pengalaman kuliner baru. Ini kesempatan yang sangat berharga buat saya."

Chef Nadeem Khadem Al Jamie, seorang pengungsi Suriah, sedang memasak di dapur Hotel d'Angleterre untuk Festival Kuliner Pengungsi, 11 Oktober 2017.

Festival yang dimulai dua tahun lalu di Paris, kini telah menjadi acara global yang diselenggarakan oleh Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan sebuah lembaga swadaya masyarakat, Food Sweet Food. Restoran-restoran di berbagai kota, seperti New York, Cape Town dan Amsterdam, menyambut para pengungsi bekerja di dapur-dapur mereka.

"Ide utama Festival Kuliner Pengungsi adalah makan bersama-sama, berbagi dan makan bersama," kata penyelenggara Raphael Beaumont.

Para pelanggan juga menyambut antusias inisiatif tersebut. Pemilik restoran Le Mess, Marie-Pascale Van Hamme, mengatakan sebagian besar kliennya yang tidak datang untuk sekedar mencicipi sajian Akbari, malah memesan makanannya. Pelanggan lainnya mengatakan mereka memang datang dengan tujuan untuk mencicipi makanan Iran yang disajikan dalam tiga tahap.

"Karena kita hidup di tengah masa-masa yang sulit karena migrasi, kegiatan-kegiatan seperti ini membangkitkan rasa kemanusiaan dan membuat kita menjadi lebih dekat," kata Barbara Verjans, seorang pelanggan, sambil menikmati makanan penutup buatan Akbari.

Bagi sebagian orang, festival itu menjadi batu loncatan. Seorang pengungsi Suriah berhasil mendapat pekerjaan sebagai pembuat minuman koktail di festival musik Belgia, Pukkelpop, yang biasanya dihadiri artis-artis terkenal seperti Rihanna dan Foo Fighters. Dan keberhasilan itu berkat partisipasinya di Festival Kuliner Pengungsi.

Untuk festival Belgia berikutnya, para penyelenggara berharap bisa memperluas program tersebut di kota-kota lain di negara itu. [ft/dw]