Filipina mengungkapkan keprihatinan atas kehadiran 30 kapal Tiongkok di dekat gugusan karang yang terletak di antara beberapa pulau yang disengketakan di Laut Cina Selatan.
Kapal-kapal yang berasal dari propinsi Hainan itu tiba hari Minggu lalu, beberapa hari setelah forum ASEAN berakhir tanpa konsensus untuk menyelesaikan sengketa teritorial di kawasan itu.
Media-media berita Tiongkok mengatakan armada kapal nelayan Tiongkok yang kini berada dekat Karang Yongshu itu dikawal oleh kapal pendukung seberat 3000 ton dan sebuah kapal pemerintah untuk perlindungan. Surat kabar China Daily mengatakan, itu merupakan armada terbesar yang berangkat dari propinsi Hainan untuk melakukan penangkapan ikan tahunan.
Departemen Luar Negeri Filipina segera bereaksi menanggapi laporan itu dengan mengeluarkan sebuah pernyataan mengenai kedatangan kapal-kapal itu dekat karang yang juga dikenal sebagai Karang Fiery Cross.
Jurubicara departemen itu, Raul Hernandez, mengatakan, Manila hanya ingin memastikan bahwa kapal-kapal itu tidak melanggar zona ekonomi eksklusif Filipina dan bahwa mereka menghormati hak-hak kedaulatan Filipina atas sumberdaya alam dalam zona tersebut.
Karang Fiery Cross terletak sekitar 500 kilometer dari Barat Propinsi Palawan. Karang itu terletak di luar zona ekonomi eksklusif Filipina – yakni 370 kilometer dari pesisir pantai Filipina.
Untuk pertama kali dalam 45 tahun sejarah ASEAN, kelompok 10 negara itu menutup pertemuan tanpa pernyataan bersama. Menurut para pejabat Filipina, konfrontasi antara Tiongkok dan Filipina dibahas berulangkali dalam forum empat hari itu. Namun, Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario mengatakan, ketua ASEAN dari Kamboja, sekutu Tiongkok, tidak ingin menyertakan isu itu dalam komunike bersama.
Selain Filipina, tiga negara anggota ASEAN lain -- Vietnam, Malaysia dan Brunei – juga mengklaim sejumlah wilayah di Laut China Selatan, yang kaya akan minyak dan cadangan minyak dan gas, serta merupakan jalur laut yang padat.
Sepuluh tahun lalu, ASEAN dan Tiongkok menandatangani pedoman perilaku yang tidak mengikat yang menjanjikan akan menyelesaikan perselisihan mengenai laut secara damai. Namun, sejumlah negara ingin menyelesaikan sengketa itu melalui pembicaraan multilateral, sementara Tiongkok ingin menyelesaikan secara sendiri-sendiri secara bilateral.
Media-media berita Tiongkok mengatakan armada kapal nelayan Tiongkok yang kini berada dekat Karang Yongshu itu dikawal oleh kapal pendukung seberat 3000 ton dan sebuah kapal pemerintah untuk perlindungan. Surat kabar China Daily mengatakan, itu merupakan armada terbesar yang berangkat dari propinsi Hainan untuk melakukan penangkapan ikan tahunan.
Departemen Luar Negeri Filipina segera bereaksi menanggapi laporan itu dengan mengeluarkan sebuah pernyataan mengenai kedatangan kapal-kapal itu dekat karang yang juga dikenal sebagai Karang Fiery Cross.
Jurubicara departemen itu, Raul Hernandez, mengatakan, Manila hanya ingin memastikan bahwa kapal-kapal itu tidak melanggar zona ekonomi eksklusif Filipina dan bahwa mereka menghormati hak-hak kedaulatan Filipina atas sumberdaya alam dalam zona tersebut.
Karang Fiery Cross terletak sekitar 500 kilometer dari Barat Propinsi Palawan. Karang itu terletak di luar zona ekonomi eksklusif Filipina – yakni 370 kilometer dari pesisir pantai Filipina.
Untuk pertama kali dalam 45 tahun sejarah ASEAN, kelompok 10 negara itu menutup pertemuan tanpa pernyataan bersama. Menurut para pejabat Filipina, konfrontasi antara Tiongkok dan Filipina dibahas berulangkali dalam forum empat hari itu. Namun, Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario mengatakan, ketua ASEAN dari Kamboja, sekutu Tiongkok, tidak ingin menyertakan isu itu dalam komunike bersama.
Selain Filipina, tiga negara anggota ASEAN lain -- Vietnam, Malaysia dan Brunei – juga mengklaim sejumlah wilayah di Laut China Selatan, yang kaya akan minyak dan cadangan minyak dan gas, serta merupakan jalur laut yang padat.
Sepuluh tahun lalu, ASEAN dan Tiongkok menandatangani pedoman perilaku yang tidak mengikat yang menjanjikan akan menyelesaikan perselisihan mengenai laut secara damai. Namun, sejumlah negara ingin menyelesaikan sengketa itu melalui pembicaraan multilateral, sementara Tiongkok ingin menyelesaikan secara sendiri-sendiri secara bilateral.