Filipina Optimistis dalam Sengketa Wilayah dengan China

  • Simone Orendain

Demonstran dari kelompok aktivis Konfiderasi Buruh Sosialista Nasional dalam sebuah aksi protes mengenai konflik sengketa Laut China Selatan dengan China, di luar Konsulat China di Makati City, Manila (10/7).

Pekan lalu, satu panel internasional mengadakan dengar pendapat yang sudah lama ditunggu mengenai sengketa teritorial di Laut China Selatan antara China dan Filipina. China menolak terlibat proses tersebut, tetapi sidang tetap dilangsungkan dan pejabat-pejabat Filipina optimistis atas kasus mereka dan berpendapat hukum internasional memberi mereka hak untuk mengeksploitasi terumbu, pulau-pulau dan bagian laut yang dangkal di perairan ekonomi mereka.

Lima hakim dalam pengadilan itu harus menetapkan dua isu penting. Pertama, apakah memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan sengketa itu. Jika iya, maka pengadilan akan mendukung tuntutan Filipina dengan menyatakan apa yang disebut China sebagai "garis sembilan potong," dan digunakan untuk menunjukkan klaim teritorial, tidaklah berlaku.

Setelah persidangan awal pekan lalu, panel di Den Haag sudah menggali lebih banyak informasi dari China dan Filipina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina Charles Jose menilai hakim-hakim itu "sangat detil."

"Kami sudah menyiapkan segalanya untuk kasus arbitrasi ini sejak awal. Kami optimistis, dan tentu saja kami percaya, pengadilan ini memiliki yurisdiksi atas kasus ini," katanya.

Filipina berpendapat pengadilan tersebut punya kewenangan untuk menentukan hak-hak Filipina dalam zona ekonomi eksklusifnya sesuai Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Kelautan, yang ditandatangani kedua negara.

Sebaliknya, China berpendapat, kasus ini adalah tentang penentuan kedaulatan nasional, di luar lingkup pengadilan.

Meskipun China tidak terlibat langsung persidangan, panel arbitrasi itu menyatakan akan mempertimbangkan setiap dan semua komunikasi dari China termasuk pernyataan sikap yang dirilis Desember tahun lalu. China punya waktu sampai 17 Agustus untuk menyampaikan tanggapan tertulis.

Rommel Banlaoi adalah direktur eksekutif pada Institut Penelitian Perdamaian, Kekerasan dan Terorisme Filipina.

"Pengadilan berhati-hati dalam menangani kasus ini karena baru pertama kali menghadapi kasus seperti ini dan keputusannya akan memiliki implikasi luar biasa bagi dunia. Tidak hanya bagi Filipina," ujarnya.

Dalam rapat rutin hari Selasa, juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan Filipina semestinya menyelesaikan sengketa itu "melalui negosiasi dan konsultasi" dengan China.

Ini pertama kali sengketa Laut China Selatan ditangani badan internasional, dan terjadi ketika China telah dengan cepat membuat pulau-pulau buatan di beberapa pulau karang yang bisa digunakan untuk pertahanan militer.

Pengadilan berharap akan mengeluarkan keputusan atas masalah yurisdiksi sebelum akhir tahun.