Meski tidak sesukses sekuel pertamanya, "300: Rise of an Empire" berhasil membukukan diri sebagai salah satu film terlaris tidak hanya di kawasan Amerika Utara namun juga di berbagai penjuru dunia.
Aksi pertempuran epik yang secara visual diperindah teknologi digital canggih ternyata masih memukau banyak penggemar film. Meski tidak sesukses film 300 pertama, "300: Rise of an Empire" berhasil membukukan diri sebagai salah satu film terlaris tidak hanya di kawasan Amerika Utara namun juga di berbagai penjuru dunia.
Majalah Forbes memprediksikan angka penjualan film itu akan terus bertambah dan bahkan bukan tidak mungkin akan membukukan pendapatan yang nilainya tiga kali lipat dari biaya produksinya.
Film "300: Rise of an Empire" diproduksi dengan biaya 110 juta dolar, jauh lebih besar dari film pertamanya yang hanya 60 juta dolar. Dengan promosi besar-besaran, dan juga hadir dalam format tiga dimensi (3D), film ini membukukan sukses yang hampir serupa yang dibuat oleh film-film sekuel dengan sentuhan teknologi digital seperti "Wrath of The Titans" (yang merupakan kelanjutan dari Clash of The Titans) dan "Transformer".
Film-film itu memang kalah dalam nilai pendapatan pada pekan pertama pembukaan dibanding film-film pertama mereka, namun tetap menembus box office dan bertahan selama beberapa pekan di posisi puncak.
Tak heran, Warner Brothers yang memproduksi film ini dikabarkan sedang memperbincangkan kemungkinan munculnya sekuel berikutnya 300. Tak jelas apa dan bagaimana kelak film itu namun yang pasti sukses di box office akan membuat produser film ketagihan untuk memproduksi kelanjutannya.
"300: Rise of an Empire" sebetulnya bukanlah film sekuel melainkan side-sequel. Cerita film ini bukan kelanjutan dari 300 melainkan peristiwa berbeda yang terjadi hampir bersamaan. Sementara pertempuran yang muncul pada film 300 digambarkan berlangsung di daratan, pertempuran yang diceritakan film "300: Rise of an Empire" terjadi di lautan.
Seperti film pertamanya, film ini juga menghadirkan pertarungan epik antara pasukan Yunani dan pasukan Persia yang penuh kebrutalan dan darah.
Tokoh utama dalam film ini adalah Themistokles, pemimpin pasukan Sparta; Xerxes, Raja Persia yang menjuluki dirinya The God King; dan Artemisia, putri Xerxes yang menjadi jenderal perempuan. Themistokles, yang menggantikan Leonidas yang gugur di medan perang sebelumnya, berperang melawan Xerxes yang didampingi Artemisia.
Seperti film pertamanya, "300: Rise of An Empire" mengundang protes keras. Banyak warga Iran di dalam dan luar negeri menganggap film itu mendiskreditkan bangsa dan kultur Iran, yang dalam hal ini diasosiasikan dengan bangsa Persia. Menurut mereka, film ini keliru menggambarkan sejarah karena menceritakan perlawanan sekelompok tentara Barat yang berjumlah sedikit terhadap pasukan kolosal Iran yang sangat keji. Dengan menggunakan efek khusus yang luar biasa, bangsa Iran dalam film ini digambarkan sebagai bangsa yang haus darah, dan zalim.
Film "300: Rise of An Empire" dinilai sebagian pakar sinema sebagai film fiktif semata. Namun menurut para pengamat politik, film ini dan film sebelumnya termasuk agenda yang sudah diperhitungkan sejak jauh-jauh hari untuk mencoreng wajah Iran yang memiliki peradaban yang sangat tua.
Majalah Forbes memprediksikan angka penjualan film itu akan terus bertambah dan bahkan bukan tidak mungkin akan membukukan pendapatan yang nilainya tiga kali lipat dari biaya produksinya.
Film "300: Rise of an Empire" diproduksi dengan biaya 110 juta dolar, jauh lebih besar dari film pertamanya yang hanya 60 juta dolar. Dengan promosi besar-besaran, dan juga hadir dalam format tiga dimensi (3D), film ini membukukan sukses yang hampir serupa yang dibuat oleh film-film sekuel dengan sentuhan teknologi digital seperti "Wrath of The Titans" (yang merupakan kelanjutan dari Clash of The Titans) dan "Transformer".
Film-film itu memang kalah dalam nilai pendapatan pada pekan pertama pembukaan dibanding film-film pertama mereka, namun tetap menembus box office dan bertahan selama beberapa pekan di posisi puncak.
Tak heran, Warner Brothers yang memproduksi film ini dikabarkan sedang memperbincangkan kemungkinan munculnya sekuel berikutnya 300. Tak jelas apa dan bagaimana kelak film itu namun yang pasti sukses di box office akan membuat produser film ketagihan untuk memproduksi kelanjutannya.
"300: Rise of an Empire" sebetulnya bukanlah film sekuel melainkan side-sequel. Cerita film ini bukan kelanjutan dari 300 melainkan peristiwa berbeda yang terjadi hampir bersamaan. Sementara pertempuran yang muncul pada film 300 digambarkan berlangsung di daratan, pertempuran yang diceritakan film "300: Rise of an Empire" terjadi di lautan.
Seperti film pertamanya, film ini juga menghadirkan pertarungan epik antara pasukan Yunani dan pasukan Persia yang penuh kebrutalan dan darah.
Your browser doesn’t support HTML5
Tokoh utama dalam film ini adalah Themistokles, pemimpin pasukan Sparta; Xerxes, Raja Persia yang menjuluki dirinya The God King; dan Artemisia, putri Xerxes yang menjadi jenderal perempuan. Themistokles, yang menggantikan Leonidas yang gugur di medan perang sebelumnya, berperang melawan Xerxes yang didampingi Artemisia.
Seperti film pertamanya, "300: Rise of An Empire" mengundang protes keras. Banyak warga Iran di dalam dan luar negeri menganggap film itu mendiskreditkan bangsa dan kultur Iran, yang dalam hal ini diasosiasikan dengan bangsa Persia. Menurut mereka, film ini keliru menggambarkan sejarah karena menceritakan perlawanan sekelompok tentara Barat yang berjumlah sedikit terhadap pasukan kolosal Iran yang sangat keji. Dengan menggunakan efek khusus yang luar biasa, bangsa Iran dalam film ini digambarkan sebagai bangsa yang haus darah, dan zalim.
Film "300: Rise of An Empire" dinilai sebagian pakar sinema sebagai film fiktif semata. Namun menurut para pengamat politik, film ini dan film sebelumnya termasuk agenda yang sudah diperhitungkan sejak jauh-jauh hari untuk mencoreng wajah Iran yang memiliki peradaban yang sangat tua.