Florence, Mangkhut dan Perubahan Iklim: Ya, Tidak, dan Bisa Jadi

Gelombang yang ditimbulkan oleh Angin Topan Florence melanda Bogue Inlet Pier di Emerald Isle, N.C. pada tanggal 13 September 2018 (foto: AP Photo/Tom Copeland)

Lautan sedang tidak bersahabat bulan ini.

Saat sisa-sisa Topan Florence merendam kawasan Carolina dan Topan Mangkhut melanda Filipina, tiga lagi siklon tropis sedang berputar di Belahan Bumi Bagian Barat, dan satu lagi mulai mereda di Asia Tenggara.

Para pakar menyatakan cuaca tropis yang bersifat ekstrim ini sejalan dengan perubahan iklim. Namun ada juga yang tidak. Lainnya masih belum jelas.

Terjadinya begitu banyak topan di saat yang sama adalah fenomena alam yang tidak biasa. Namun bukan sesuatu yang tidak biasa.

“Meskipun tampaknya terjadi banyak bencana alam, kondisi ini pernah terjadi beberapa kali di waktu lampau,” ujar seorang meteorologis Joel Cline dari National Oceanic and Atmospheric Administration.

Pertengahan bulan September adalah puncak musim topan di Samudra Atlantik. Apabila akan terjadi angin topan di kedua belahan bumi, ujar Cline, saat ini adalah saat yang paling mungkin timbulnya angin topan tersebut.

Topan yang lebih dahsyat, dan pandangan skeptis

Namun kalangan ilmuwan tidak selalu meyakini akan ada lebih banyak angin topan dengan perubahan iklim.

“Banyak studi yang justru (menunjukkan) secara keseluruhan ada lebih sedikit angin topan,” ujar ilmuwan pakar iklim dari NOAA, Tom Knutson.

“Namun satu hal yang mereka simulasikan adalah kecendrungan adanya topan yang lebih kuat” darn proporsi angin topan Kategori 4 atau 5 yang lebih besar, ujar Knutson. Florence mencapai daratan sebagai topan Kategori 1 namun timbul di awal pekan sebagai topan Kategori 4.

Knutson dan para pakar lainnya mewanti-wanti bahwa setiap kesimpulan yang mengaitkan iklim dan angin topan tidak perlu dianggap serius.

“Periode catatan yang kami miliki terlalu singkat untuk membuat kami terlalu percaya diri tentang hal-hal ini,” ujar ilmuwan fenomena atmosfir dari University of Miami, Brian McNoldy.

Meskipun catatan perkembangan suhu yang terpercaya sudah ada lebih dari satu abad yang lalu di dunia, data komprehensif terkait fenomena timbulnya angin topan hanya tersedia sejak keberadaan satelit di tahun 1980-an.

Curah hujan ekstrim

Kalangan ilmuwan cukup meyakini perubahan iklim membuat curah hujan ekstrim lebih sering terjadi. Pemanasan global telah menyebabkan peningkatan suhu samudera, membuat terjadinya lebih banyak penguapan air ke atmosfir, dan cuaca yang hangat mengandung lebh banyak air.

Florence diperkirakan akan menyebabkan terjadinya curah hujan hingga 101 centimeter di beberapa lokasi, yang menyebabkan apa yang disebut National Weather Service banjir yang dapat mengancam nyawa.

Satu kelompok peneliti telah memperkirakan setengah dari hujan yang tercurah di daerah-daerah dengan curah hujan tertinggi saat terjadinya angin topan disebabkan oleh perubahan iklim akibat perilaku manusia.

Knutson sepakat secara prinsip namun tidak dapat memastikan skalanya.

“Kami belum dapat mengklaim bahwa kami telah mendeteksi peningkatan tingkat curah hujan selama terjadinya angin topan,” ujarnya.

Ia merujuk pada studi-studi sebelumnya yang menyatakan perubahan iklim bertanggung jawab atas 15 hingga 20 persen curah hujan yang lebih tinggi dan dahsyat selama Topan Harvey melanda Texas tahun lalu.

Namun, semua studi ini juga mengamati semua jenis curah hujan, tidak hanya curah hujan yang dibawa oleh angin topan, ujar Knutson.

“Kami berpikir angin topan kemungkinan timbul lewat proses yang sama dengan jenis curah hujan yang lain, namun secara umum kami memiliki data terlengkap untuk curah hujan ekstrim,” jelasnya.

Laporan terakhir yang dipublikasikan Intergovernmental Panel on Climate Change yang berada di bawah PBB hanya memiliki “tingkat keyakinan sedang” akan kaitan perubahan iklim dan curah hujan ekstrim.

Saat topan Florence melanda kawasan negara bagian North Carolina dan South Carolina, satu studi baru-baru ini mengindikasikan angin topan bergerak melambat, membuat terjadinya lebih banyak kerusakan.

Namun ini lebih berupa variasi alam dibandingkan perubahan iklim.

“Saya rasa masih terlalu dini untuk kami dapat memahami fenomena tersebut,” ujar Knutson.

Meningkatnya permukaan air laut

Bidang dimana kalangan ilmuwan memiliki tingkat keyakinan tertinggi adalah meningkatnya permukaan air laut. Perubahan iklim bertanggung jawab atas tiga perempat dari peningkatan permukaan samudra, menurut laporan yang diterbitkan oleh IPCC.

“Begitu ada peningkatan permukaan air laut akibat perilaku manusia, dengan asumsi semuanya setara, maka angin topan apapun yang terjadi akan menimbulkan peningkatan curah hujan yang jauh lebih tinggi selama terjadinya topan,” ujar Knutson.

Artinya akan terjadi lebih banyak erosi dan kerusakan yang menjorok lebih jauh di kawasan pesisir.

Apakah musim angin topan ini secara keseluruhan akan menjadi rekor tertinggi tetap masih harus diamati. Sementara kondisi laut sedang tidak bersahabat saat ini, maka tidak lama lagi kondisinya akan berubah.

Pola peningkatan suhu El Niño tampaknya tengah berkembang di Samudra Pasifik. Kondisi ini cenderung akan meningkatkan aktivitas angin topan di Samudra Atlantik.

“Tampaknya mungkin minggu depan kondisi di kedua cekungan akan jauh lebih tenang,” ujar Joel Cline dari NOAA. “Jadi memang kondisinya mengalami pasang surut.” [ww]