Flu Burung Bisa Kurangi Pasokan Kok Bulutangkis ke Indonesia

Empat puluh persen dari kok bulutangkis yang dipakai di Indonesia diimpor dari China. (Foto: Dok)

Flu burung yang merebak kembali di China dikhawatirkan mengurangi pasokan kok untuk bulutangkis ke Indonesia.
Merebaknya flu burung yang mematikan di China dapat menyebabkan korban yang tidak disangka-sangka, yaitu kok untuk bulutangkis, seiring munculnya larangan dari pemerintah Selasa (9/4) untuk mengimpor bulu angsa dari China.

Pemerintah akan menghentikan impor semua produk unggas dari China, termasuk bulu angksa kering untuk membuat kok, setelah flu burung jenis H7N9 yang baru menewaskan tujuh orang dan membuat 24 lainnya sakit di China bagian timur.

Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) mengatakan keputusan tersebut dapat mengurangi jumlah kok karena 40 persen dari kok yang dipakai di Indonesia diimpor dari negara lain, terutama dari China.

“Saya harap larangan ini tidak berlangsung lama karena saya khawatir ini akan berdampak (pada pasokan kok),” ujar juru bicara PBSI Ricky Subagja pada kantor berita AFP.

Ia menambahkan bahwa para pemain profesional di negara ini sebagian besar menggunakan kok dari China.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menegaskan Selasa bahwa Indonesia telah memutuskan untuk menghentikan impor semua produk unggas dari China.

Pejabat Kementerian Pertanian lain mengatakan Indonesia mengimpor bulu angsa kering dan beberapa produk unggas dari China. Ia menambahkan bahwa larangan tersebut belum berlaku namun akan diimplementasikan segera.

Di Indonesia sendiri tidak ada laporan mengenai kasus H7N9, namun pihak berwenang mengatakan mereka meningkatkan pengawasan atas kematian unggas dan penyakit terkait influenza pada manusia.

Indonesia mencatat 160 kematian antara 2005 dan 2012 karena flu burung akibat virus H5N1, dari 365 kematian di dunia, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO menyatakan Senin bahwa tidak ada bukti bahwa H7N9, yang diungkapkan China lebih dari seminggu yang lalu telah ditemukan dalam manusia untuk pertama kalinya, tersebar antara manusia. (AFP)