Dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (3/12), Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Abdul Kadir Jailani menjelaskan IPFD akan dibuka pada 7 Desember dengan menggelar pertemuan tingkat menteri, yang akan membahas langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kerjasama pembangunan antara Indonesia dengan negara-negara di Pasifik.
"Terutama untuk menghadapi tantangan-tantangan bersama saat ini. Misalnya pemulihan pasca pandemi (COVID-19), mengenai perubahan iklim, ketahanan pangan dan lain-lain. Sejauh ini telah diterima (konfirmasi) kehadiran enam menteri luar negeri atau pejabat setingkat menteri dari negara atau teritori di Pasifik," kata Abdul Kadir.
Keenam menteri luar negeri atau pejabat setingkat menteri yang menyatakan akan datang dalam IPFD berasal dari Kepulauan Cook, Mikronesia, Selandia Baru, Niue, Papua Nugini, dan Timor Leste. Selain itu akan hadir pula Sekretaris Jenderal Forum Pasifik dan Deputi Direktur Jenderal ADB (Bank Pembangunan Asia).
Dia menambahkan IPFD akan mengusung tema Tumbuh dan Sejahtera Bersama serta akan menghasilkan dokumen yang diberi nama Pesan Bali untuk Kerjasama di Pasifik, sebagai panduan praktis bagi kerjasama pembangunan Indonesia dengan negara-negara di pasifik untuk masa mendatang.
IPFD juga akan menggelar forum bisnis untuk mempertemukan para pelaku usaha. Diharapkan forum bisnis ini lanjutnya akan menghasilkan sejumlah kesepakatan yang akan memperkuat hubungan ekonomi dan perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik.
BACA JUGA: Jokowi: Kolaborasi APEC Mutlak Diperlukan untuk Hadapi Ancaman Krisis GlobalDalam pertemuan IPFD tersebut juga akan diselenggarakan seminar mengenai penanggulangan bencana dan ketahanan kawasan, pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta tentang pemberdayaan perempuan.
Bukti Keseriusan Indonesia pada Isu Utama di Asia Pasifik
Pengamat Hubungan Internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto mengatakan dengan rencana pelaksanaan IPFD berarti Indonesia mulai lebih memberi perhatian pada kawasan Pasifik, di luar isu terkait Papua.
Dengan mengangkat agenda ketahanan bencana dalam pertemuan IPFD, lanjutnya, artinya Indonesia berusaha lebih mendekatkan diri dengan isu-isu yang memang banyak menjadi perhatian negara-negara di kawasan Pasifik.
BACA JUGA: Pakar: Proyek "Sabuk dan Jalan" China di Negara Kecil Berisiko Lingkungan"(Isu) perubahan iklim itu buat negara-negara pulau di kawasan tersebut sebuah ancaman nyata, bukan sekadar wacana belaka. Makanya saya harap agenda tersebut jangan hanya ditargetkan menghasilkan dokumen, itu bisa segera ditindaklanjuti melibatkan pemangku kepentingan (di) Indonesia yang lebih luas, baik pemerintah dan swasta," ujar Nanto.
Menurut Nanto, untuk mendukung keterlibatan Indonesia di kawasan Pasifik, pemerintah bisa menggunakan Indonesia Aid atau diplomasi tangan di atas. Indonesia bisa melibatkan sejumlah negara, seperti Jepang Amerika Serikat, dan China, untuk program Indonesia Aid di negara-negara Pasifik sekaligus berupaya mengurangi ketegangan angata Amerika dan China di kawasan tersebut.
Dia menambahkan pertemuan IPFD merupakan bentuk perhatian Indonesia yang lebih konkret terhadap kawasan Pasifik, bukan sekadar perhatian reaktif terhadap masalah Papua. Dengan agenda pembangunan dan perubahan iklim, Indonesia bisa lebih mendorong tentang kebutuhan negara-negara Pasifik dan membangun kerja sama yang memang lebih merupakan kepentingan mereka.
Agenda perubahan iklim, kata Nanto, adalah agenda krusial karena salah satu dampak perubahan iklim berupa badai juga mengganggu kehidupan masyarakat di kawasan Pasifik. Karena itu, Indonesia dapat membantu dalam hal mitigasi dan adaptasi terhadap bencana.
Menurutnya IPFD dirancang agar Indonesia bisa lebih berperan aktif di kawasan Pasifik, bukan sekadar atas kepentingan domestik terkait isu Papua, tetapi juga stabilitas kawasan. IPFD ini dibuat untuk menjalin hubungan dan kerjasama yang lebih akrab dengan negara-negara di Pasifik yang mengutamakan agenda pembangunan dan kerjasama ekonomi. Agenda ini menunjukkan keseimbangan yang ingin dijaga Indonesia dalam menjalin hubungan, tidak saja dengan negara-negara besar yang juga menaruh perhatian ke kawasan itu.
Nanto menegaskan pertemuan IPFD yang digelar sebagai bentuk diplomasi inklusif yang melibatkan banyak pihak. Dia berharap dari konferensi IPFD ini bisa menghasilkan sesuatu keberhasilan yang dapat diterima semua pihak.
IPFD, lanjutnya, adalah sebuah upaya memperluas kepercayaan strategis dengan mengangkat isu-isu menjadi kepentingan bersama. [fw/em]